Kamis, 30 Oktober 2014

Sikap Guru Profesional

Sikap guru profesional terutama dalam penyikapan terhadap tugas dan perannya harus selalu mengacu pada tujuan pendidikan secara utuh. Sebab segala keputusan dan tindakan guru akan mempunyai dampak jangka panjang terhadap pencapaian tujuan pendidikan, yang notabene berdampak pada  peserta didik, baik secara positif maupun negatif, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.  Maka dalam rangka pengembangan pribadi peserta didik yang utuh rumusan tujuan pendidikan maupun upaya pencapaiannya harus secara utuh pula, yakni meliputi dimensi kemanusiaan dan kepribadian.
Dimensi Kemanusiaan
Tujuan pendidikan yang mengacu pada dimensi kemanusiaan pada dasarnya merupakan landasan filosofis tentang hakikat manusia yang intinya terdapat 4 (empat) dimensi, yaitu manusia sebagai makhluk individu, makhluk sosial, makhluk susila, dan makhluk relegius. (1) Dimensi individualitas menunjukkan adanya pribadi-pribadi yang unik,  berbeda satu sama lain (meski anak kembar sekalipun) dalam segala aspek kepribadiannya. Dengan perbedaan individual tersebut, maka setiap manusia sadar akan individualitasnya, pribadinya, egonya atau pun dirinya. Dalam rumusan tujuan pendidikan, dimensi individu tercakup dalam aspek, misalnya, memiliki pengetahuan, ketrampilan, kesehatan jasmani dan ruhani. (2) Dimensi sosialitas menunjukkan bahwa manusia secara kodrati tidak dapat hidup sendiri tanpa bersama-sama dengan manusia lain. Sebagai makhluk sosial, manusia selalu membutuhkan bantuan dan kerjasama dengan orang lain, serta kasih sayang dan pengakuan dari orang lain, atau yang disebut dengan peristiwa sosial yang kemudian melahirkan keluarga dan masyarakat. Oleh karenanya setiap manusia memerlukan proses sosialisasi, yaitu proses penyesuaian diri dengan komunitasnya. Dalam rumusan tujuan pendidikan, dimensi sosial tercakup dalam aspek, misalnya, memiliki rasa tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan. (3) Dimensi kesusilaan menunjukkan bahwa manusia itu adalah makhluk yang mempunyai kesadaran susila, dalam artian dapat memahami norma-norma susila dan mampu berbuat sesuai dengan nilai-nilai moral  yang diyakininya. Dalam rumusan tujuan pendidikan, dimensi susila tercakup dalam aspek, misalnya, berakhlak mulia atau berbudi pekerti luhur. (4) Dimensi religius (keberagamaan) menunjukkan bahwa manusia percaya akan adanya Tuhan atau kekuatan gaib yang bersifat supranatural yang menguasai manusia, sehingga menimbulkan cara hidup tertentu sesuai dengan ajaran yang diyakininya. Dalam rumusan tujuan pendidikan, dimensi religius ini tercakup dalam aspek, misalnya, beriman dan bertqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Dimensi Kepribadian
Untuk mengembangkan potensi kepribadian manusia sesuai dengan kodrat dan hakikat penciptaan-Nya, maka pendidikan harus mencakup keseluruhan aspek kepribadian manusia, atau yang dalam rumusan tujuan pendidikan disebut taksonomi tujuan pendidikan. Karena itulah Guru profesional harus memiliki wawasan yang luas tentang dimensi kepribadian ini beserta implikasinya dalam tujuan pendidikan. Sebab hakikat pendidikan itu adalah membentuk kepribadian peserta didik yang utuh dan seimbang. Maka guru yang berwawasan sempit dapat menimbulkan dampak negatif terhadap pencapaian tujuan pendidikan. Misalnya penekanan yang berlebihan pada aspek kognitif akan menimbulkan pendidikan yang intelektualistis, tidak trampil, dan rendah moralitasnya.

Penyikapan Guru terhadap Tugas-tugasnya
Segala keputusan dan tindakan guru dalam proses pembelajaran mempunyai dampak terhadap pencapaian tujuan pendidikan, dan segala bentuk penyikapan guru terhadap tugas-tugasnya, baik tugas-tugas keguruan maupun non keguruan, mempunyai dampak langsung terhadap peserta didik, baik positif ataupun negatif, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Karena itulah, maka Guru Profesional dalam melaksanakan tugas dan perannya haruslah bersikap kehati-hatian, sabar, disiplin, kreatif dan rendah hati.

Sikap kehati-hatian
Sikap kehati-hatian ini bukan berarti memasung otonomi dan kreativitas guru, sehingga menjadikan guru ‘takut’ keliru dalam berbuat. Tetapi yang dimaksud kehati-hatian dalam konteks ini adalah kearifan, tidak “sembrono”, penuh pertimbangan (terhadap dampak), dan tidak gegabah dalam melakukan tindakan kependidikan, terutama dalam pencapaian tujuan pendidikan yang utuh.
Banyak kasus peserta didik rendah motivasi belajarnya, bahkan pobia terhadap mata pelajaran tertentu, sangat benci dan trauma terhadap guru tertentu, stress dan depresi mental. Ini semua adalah dampak dari sikap ketidak hati-hatian guru, lebih mengedepankan emosi daripada hati, sehingga hilang kearifannya dalam bertindak. Di sinilah pentingnya sikap kehati-hatian dalam mengambil keputusan dan melakukan tindakan terutama terhadap peserta didik.

Kesabaran
Sikap sabar dapat dimiliki apabila guru telah memiliki stabilitas emosi (emotional stability) sebagai ciri kepribadian orang dewasa. Guru yang emosinya stabil tidak akan mudah marah dan tidak akan tergesa-gesa (ceroboh) dalam segala tindakannya. Banyak kejadian di sekolah yang mudah menyulut kemarahan guru. Tetapi, guru yang telah memiliki stabilitas emosi, ia akan tetap sabar dan arif dalam menghadapi kejadian-kejadian yang menjengkelkan tersebut.

Kedisiplinan
Dalam konteks ini yang dimaksud kedisiplinan adalah sikap yang menunjukkan kesetiaan dan ketaatan terhadap peraturan atau norma-norma yang berlaku. Pengertian ini identik dengan asal kata disiplin yakni kata “disciplus” yang berarti pengikut yang setia.
Guru harus bersikap disiplin dalam menjalankan tugas-tugasnya, tetapi bukan disiplin dalam pengertian disiplin kolot (kuno) yang mengartika disiplin sebagai taat kepada ketentuan atas dasar paksaan atau otoritas dari luar, disiplin yang bersifat lahiriyah, atau disiplin yang otomatis.

Kreativitas
Dalam konteks ini kreativitas dimaknai sebagai suatu proses yang memanifestasikan diri dalam kelancaran, kelenturan, dan keaslian dalam pemikiran. Kelancaran dalam arti kata mampu memberikan banyak gagasan dalam waktu yang terbatas. Kelenturan mampu melihat berbagai kemungkinan penggunaan sesuatu benda, berbagai macam sudut pandang dari suatu masalah. 
Guru Profesional harus memiliki kreativitas, karena dunia kependidikan  mengharuskan adanya inovasi dan improvisasi sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi, di samping sifat ‘pekerjaan’ guru yang situasional dan transaksional. Di sisi lain kreativitas sangat bermanfaat untuk mengusir rutinitas yang sangat menjenuhkan, memudahkan pemecahan masalah, baik yang menyakut profesional problem maupun personal problem. Guru yang penuh kreativitas akan bisa menyenangi tugas-tugasnya, dan mempunyai motivasi kerja yang tinggi. Dampaknya, motivasi belajar siswa tinggi, karena dalam proses pembelajaran sarat akan variasi, inovasi dan improvisasi.

Sikap Kerendah hatian
Guru profesional harus memiliki sifat dan sikap rendah hati, karena guru bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan perkembangan anak. Guru yang bersikap rendah hati (tawadhu’), adalah guru yang tidak sombong dan tidak membangga-banggakan dirinya, serta mengakui dan menghargai eksistensi orang lain, termasuk terhadap peserta didiknya. Sikap guru yang demikian sangat berpengaruh terhadap peserta didik yang ingin mengaktualisasikan diri untuk menemukan jati dirinya. Sebab segala pengaruh, terutama dari guru yang menjadi tokoh acuannya, bisa diterima dan diolahnya secara pribadi sesuai dengan individualitasnya masing-masing, yang kemudian  menjadi bagian dari dirinya sendiri.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar