Sikap guru
profesional terutama dalam penyikapan terhadap tugas dan perannya harus selalu
mengacu pada tujuan pendidikan secara utuh. Sebab segala keputusan dan tindakan
guru akan mempunyai dampak jangka panjang terhadap pencapaian tujuan
pendidikan, yang notabene berdampak pada peserta didik,
baik secara positif maupun negatif, baik dalam jangka pendek maupun jangka
panjang. Maka dalam rangka pengembangan pribadi peserta didik yang utuh
rumusan tujuan pendidikan maupun upaya pencapaiannya harus secara utuh pula, yakni
meliputi dimensi kemanusiaan dan kepribadian.
Dimensi Kemanusiaan
Tujuan
pendidikan yang mengacu pada dimensi kemanusiaan pada dasarnya merupakan
landasan filosofis tentang hakikat manusia yang intinya terdapat 4 (empat)
dimensi, yaitu manusia sebagai makhluk individu, makhluk sosial, makhluk
susila, dan makhluk relegius. (1) Dimensi individualitas menunjukkan adanya
pribadi-pribadi yang unik, berbeda satu sama lain (meski anak kembar
sekalipun) dalam segala aspek kepribadiannya. Dengan perbedaan individual
tersebut, maka setiap manusia sadar akan individualitasnya, pribadinya, egonya
atau pun dirinya. Dalam rumusan tujuan pendidikan, dimensi individu tercakup
dalam aspek, misalnya, memiliki pengetahuan, ketrampilan, kesehatan jasmani dan
ruhani. (2) Dimensi sosialitas menunjukkan bahwa manusia secara kodrati tidak
dapat hidup sendiri tanpa bersama-sama dengan manusia lain. Sebagai makhluk
sosial, manusia selalu membutuhkan bantuan dan kerjasama dengan orang lain,
serta kasih sayang dan pengakuan dari orang lain, atau yang disebut dengan
peristiwa sosial yang kemudian melahirkan keluarga dan masyarakat. Oleh
karenanya setiap manusia memerlukan proses sosialisasi, yaitu proses
penyesuaian diri dengan komunitasnya. Dalam rumusan tujuan pendidikan, dimensi
sosial tercakup dalam aspek, misalnya, memiliki rasa tanggungjawab
kemasyarakatan dan kebangsaan. (3) Dimensi kesusilaan menunjukkan bahwa manusia
itu adalah makhluk yang mempunyai kesadaran susila, dalam artian dapat memahami
norma-norma susila dan mampu berbuat sesuai dengan nilai-nilai moral yang
diyakininya. Dalam rumusan tujuan pendidikan, dimensi susila tercakup dalam
aspek, misalnya, berakhlak mulia atau berbudi pekerti luhur. (4) Dimensi
religius (keberagamaan) menunjukkan bahwa manusia percaya akan adanya Tuhan
atau kekuatan gaib yang bersifat supranatural yang menguasai manusia, sehingga
menimbulkan cara hidup tertentu sesuai dengan ajaran yang diyakininya. Dalam
rumusan tujuan pendidikan, dimensi religius ini tercakup dalam aspek, misalnya,
beriman dan bertqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Dimensi Kepribadian
Untuk
mengembangkan potensi kepribadian manusia sesuai dengan kodrat dan hakikat
penciptaan-Nya, maka pendidikan harus mencakup keseluruhan aspek kepribadian
manusia, atau yang dalam rumusan tujuan pendidikan disebut taksonomi tujuan
pendidikan. Karena itulah
Guru profesional harus memiliki wawasan yang luas tentang dimensi kepribadian
ini beserta implikasinya dalam tujuan pendidikan. Sebab hakikat pendidikan itu
adalah membentuk kepribadian peserta didik yang utuh dan seimbang. Maka guru
yang berwawasan sempit dapat menimbulkan dampak negatif terhadap pencapaian
tujuan pendidikan. Misalnya penekanan yang berlebihan pada aspek kognitif akan
menimbulkan pendidikan yang intelektualistis, tidak trampil, dan rendah
moralitasnya.
Penyikapan Guru
terhadap Tugas-tugasnya
Segala
keputusan dan tindakan guru dalam proses pembelajaran mempunyai dampak terhadap
pencapaian tujuan pendidikan, dan segala bentuk penyikapan guru terhadap
tugas-tugasnya, baik tugas-tugas keguruan maupun non keguruan, mempunyai dampak
langsung terhadap peserta didik, baik positif ataupun negatif, baik dalam
jangka pendek maupun jangka panjang. Karena itulah, maka Guru Profesional dalam
melaksanakan tugas dan perannya haruslah bersikap kehati-hatian, sabar,
disiplin, kreatif dan rendah hati.
Sikap kehati-hatian
Sikap
kehati-hatian ini bukan berarti memasung otonomi dan kreativitas guru, sehingga
menjadikan guru ‘takut’ keliru dalam berbuat. Tetapi yang dimaksud
kehati-hatian dalam konteks ini adalah kearifan, tidak “sembrono”, penuh
pertimbangan (terhadap dampak), dan tidak gegabah dalam melakukan tindakan
kependidikan, terutama dalam pencapaian tujuan pendidikan yang utuh.
Banyak kasus
peserta didik rendah motivasi belajarnya, bahkan pobia terhadap mata pelajaran
tertentu, sangat benci dan trauma terhadap guru tertentu, stress dan depresi
mental. Ini semua adalah dampak dari sikap ketidak hati-hatian guru, lebih
mengedepankan emosi daripada hati, sehingga hilang kearifannya dalam bertindak.
Di sinilah pentingnya sikap kehati-hatian dalam mengambil keputusan dan
melakukan tindakan terutama terhadap peserta didik.
Kesabaran
Sikap sabar
dapat dimiliki apabila guru telah memiliki stabilitas emosi (emotional
stability) sebagai ciri kepribadian orang dewasa. Guru yang emosinya stabil
tidak akan mudah marah dan tidak akan tergesa-gesa (ceroboh) dalam segala
tindakannya. Banyak kejadian di sekolah yang mudah menyulut kemarahan guru.
Tetapi, guru yang telah memiliki stabilitas emosi, ia akan tetap sabar dan arif
dalam menghadapi kejadian-kejadian yang menjengkelkan tersebut.
Kedisiplinan
Dalam konteks
ini yang dimaksud kedisiplinan adalah sikap yang menunjukkan kesetiaan dan
ketaatan terhadap peraturan atau norma-norma yang berlaku. Pengertian ini
identik dengan asal kata disiplin yakni kata “disciplus” yang berarti
pengikut yang setia.
Guru harus
bersikap disiplin dalam menjalankan tugas-tugasnya, tetapi bukan disiplin dalam
pengertian disiplin kolot (kuno) yang mengartika disiplin sebagai taat kepada
ketentuan atas dasar paksaan atau otoritas dari luar, disiplin yang bersifat
lahiriyah, atau disiplin yang otomatis.
Kreativitas
Dalam konteks
ini kreativitas dimaknai sebagai suatu proses yang memanifestasikan diri dalam
kelancaran, kelenturan, dan keaslian dalam pemikiran. Kelancaran dalam arti
kata mampu memberikan banyak gagasan dalam waktu yang terbatas. Kelenturan
mampu melihat berbagai kemungkinan penggunaan sesuatu benda, berbagai macam
sudut pandang dari suatu masalah.
Guru
Profesional harus memiliki kreativitas, karena dunia kependidikan
mengharuskan adanya inovasi dan improvisasi sesuai dengan tuntutan situasi dan
kondisi, di samping sifat ‘pekerjaan’ guru yang situasional dan transaksional.
Di sisi lain kreativitas sangat bermanfaat untuk mengusir rutinitas yang sangat
menjenuhkan, memudahkan pemecahan masalah, baik yang menyakut profesional
problem maupun personal problem. Guru yang penuh
kreativitas akan bisa menyenangi tugas-tugasnya, dan mempunyai motivasi kerja
yang tinggi. Dampaknya, motivasi belajar siswa tinggi, karena dalam proses
pembelajaran sarat akan variasi, inovasi dan improvisasi.
Sikap Kerendah hatian
Guru
profesional harus memiliki sifat dan sikap rendah hati, karena guru bukanlah
satu-satunya faktor yang menentukan perkembangan anak. Guru yang bersikap
rendah hati (tawadhu’), adalah guru yang tidak sombong dan tidak
membangga-banggakan dirinya, serta mengakui dan menghargai eksistensi orang
lain, termasuk terhadap peserta didiknya. Sikap guru yang demikian sangat
berpengaruh terhadap peserta didik yang ingin mengaktualisasikan diri untuk
menemukan jati dirinya. Sebab segala pengaruh, terutama dari guru yang menjadi
tokoh acuannya, bisa diterima dan diolahnya secara pribadi sesuai dengan
individualitasnya masing-masing, yang kemudian menjadi bagian dari
dirinya sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar