Jumat, 07 November 2014

MAKNA PENGEMBANGAN DAN PELATIHAN GURU

A.    GURU SEBAGAI PENDIDIK
Fungsi pendidikan harus betul-betul diperhatikan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional sebab tujuan berfungsi sebagai pemberi arah yang jelas terhadap kegiatan penyelenggaraan pendidikan sehingga penyelenggaraan pendidikan harus diarahkan kepada (1) pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa, (2) pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna, (3) pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat, (4) pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran, (5) pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat, (6) pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
Peningkatan mutu pendidikan ditentukan oleh kesiapan sumber daya manusia yang terlibat dalam proses pendidikan. Guru merupakan salah satu faktor penentu tinggi rendahnya mutu hasil pendidikan mempunyai posisi strategis maka setiap usaha peningkatan mutu pendidikan perlu memberikan perhatian besar kepada peningkatan guru baik dalam segi jumlah maupun mutunya.
Guru adalah figur manusia sumber yang menempati posisi dan memegang peran penting dalam pendidikan. Ketika semua orang mempersoalkan masalah dunia pendidikan figur guru mesti terlibat dalam agenda pembicaraan terutama yang menyangkut persoalan pendidikan formal di sekolah. Pendidik atau guru merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Hal tersebut tidak dapat disangkal kerana lembaga pendidikan formal adalah dunia kehidupan guru. sebagai besar waktu guru ada di sekolah, sisanya ada di rumah dan di masyarakat (Djamarah, 2000).
Guru merupakan faktor yang sangat dominan dan paling penting dalam pendidikan formal pada umumnya karena bagi siswa guru sering dijadikan tokoh teladan bahkan menjadi tokoh identifikasi diri. Di sekolah guru merupakan unsur yang sangat mempengaruhi tercapainya tujuan pendidikan selain unsur murid dan fasilitas lainnya. Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan sangat ditentukan kesiapan guru dalam mempersiapkan peserta didiknya melalui kegiatan belajar mengajar. Namun demikian posisi strategis guru untuk meningkatkan mutu hasil pendidikan sangat dipengaruhi oleh kemampuan profesional guru dan mutu kinerjanya. 
Guru merupakan ujung tombak pendidikan sebab secara langsung berupaya mempengaruhi, membina dan mengembangkan peserta didik, sebagai ujung tombak, guru dituntut untuk memiliki kemampuan dasar yang diperlukan sebagai pendidik, pembimbing dan pengajar dan kemampuan tersebut tercermin pada kompetensi guru. Berkualitas tidaknya proses pendidikan sangat tergantung pada kreativitas dan inovasi yang dimiliki guru. Gunawan (1996) mengemukakan bahwa Guru merupakan perencana, pelaksana sekaligus sebagai evaluator pembelajaran di kelas, maka peserta didik merupakan subjek yang terlibat langsung dalam proses untuk mencapai tujuan pendidikan.
Kehadiran guru dalam proses pembelajaran di sekolah masih tetap memegang peranan yang penting. Peran tersebut belum dapat diganti dan diambil alih oleh apapun. Hal ini disebabkan karena masih banyak unsur-unsur manusiawi yang tidak dapat diganti oleh unsur lain. Guru merupakan faktor yang sangat dominan dan paling penting dalam pendidikan formal pada umumnya karena bagi siswa guru sering dijadikan tokoh teladan bahkan menjadi tokoh identifikasi diri. (Wijaya dan Rusyan, 1994).
Guru dituntut memiliki kinerja yang mampu memberikan dan merealisasikan harapan dan keinginan semua pihak terutama masyarakat umum yang telah mempercayai sekolah dan guru dalam membina anak didik. Dalam meraih mutu pendidikan yang baik sangat dipengaruhi oleh kinerja guru dalam melaksanakan tugasnya sehingga kinerja guru menjadi tuntutan penting untuk mencapai keberhasilan pendidikan. Secara umum mutu pendidikan yang baik menjadi tolok ukur bagi keberhasilan kinerja yang ditunjukkan guru.
Mengingat tugas guru begitu berat maka perlunya guru untuk selalu di-update pengetahuan, wawasan, keterampilannya menuju kepada pengembangan profesi yang diharapkan. Menurut Ace Suryadi (2001) telah ditemukan di berbagai studi bahwa mutu guru secara konsisten menjadi salah satu faktor terpenting dari mutu pendidikan. Lebih lanjut, guru yang bermutu mampu membelajarkan murid secara efektif sesuai dengan kendala sumber daya dan lingkungan.
Secara rinci diungkap Suyanto (2001) bahwa selama kemampuan profesional guru belum bisa mencapai tataran ideal guru bersangkutan harus mendapatkan pelatihan yang terus menerus. Dalam era globalisasi seperti sekarang semua ilmu pengetahuan cepat usang. Apalagi kalau guru tidak di-training dan tidak bisa memperoleh akses informasi yang baru dan jika itu terjadi maka guru akan ketinggalan
Maka tidak ragu lagi bahwa untuk mencapai kualitas pendidikan yang baik maka guru harus selalu ditingkatkan kemampuannya agar guru selalu segar informasinya, kuat etos kerjanya, dan cerdas akalnya.
1.      PROFESI GURU
A.    Konsep Profesi Guru
Menurut Dedi Supriyadi (1999) menyatakan bahwa guru sebagai suatu profesi di Indonedia baru dalam taraf sedang tumbuh (emerging profession) yang tingkat kematangannya belum sampai pada yang telah dicapai oleh profesi-profesi lainnya, sehingga guru dikatakan sebagai profesi yang setengah-setengah atau semi profesional.
Pekerjaan profesional berbeda dengan pekerja non profesional karena suatu profesi memerlukan kemampuan dan keahlian khusus dalam melaksanakan profesinya dengan kata lain pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khususnya dipersiapkan untuk itu.
Pengembangan profesional guru harus diakui sebagai suatu hal yang sangat fundamental dan penting guna meningkatkan mutu pendidikan. Perkembangan profesional adalah proses dimana guru dan kepala sekolah belajar, meningkatkan dan menggunakan pengetahuan, keterampilan dan nilai secara tepat.
      Profesi guru memiliki tugas melayani masyarakat dalam bidang pendidikan. Tuntutan profesi ini memberikan layanan yang optimal dalam bidang pendidikan kepada msyarakat. Secara khusus guru di tuntut untuk memberikan layanan professional kepada peserta didik agar tujuan pembelajaran tercapai. Sehingga guru yang dikatakan profesional adalah orang yang memeiliki kemamapuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal.
Ornstein dsn Levine, 1984 (dalam Soetjipto dan Raflis Kosasi, 1999) menyatakan bahwa profesi itu adalah jabatan yang sesuai dengan pengertian profesi di bawah ini sebagai berikut :
a.       Melayani masyarakat, merupakan karier yang akan dilaksanakan sepanjang hayat ( tidak berganti-ganti pekerjaan )
b.      Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu diluar jangkauan khalayak ramai ( tidak setiap orang dapat melakukan )
c.       Menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari teori ke praktek ( teori baru di kembangkan dari hasil penelitian )
d.      Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang
e.       Terkendali berdasarkan lisensi buku dan atau mempunyai persyaratan masuk ( untuk menduduki jabatan tersebut memerlukan izin tertentu atau ada persyaratan khusus yang ditentukan untuk dapat mendudukinya ).
f.       Otonomi dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentu (tidak diatur oleh orang lain)
g.      Menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diabil dan unjuk kerja yang ditampilkan yang berhubung dengan layanan yang diberikan ( langsung bertanggung jawab terhadap apa yang diputuskan, tidak dipindahkan ke atasan atau instansi yang lain lebih tinggi ). Mempunyai sekumpulan unjuk kerja yang baku.
h.      Mempunyai komitmen terhadap jabatan dan klien dengan penekanan terhadap layanan yang akan diberikan.
i.        Menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya relatif bebas dari supervisi dalam jabatan ( misalnya dokter memakai tenaga adminstrasi untuk mendata klien, sementara tidak ada supervisi dari luar terhadap pekerjaan dokter sendiri )
j.        Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiri.
k.      Mempunyai asosiasi profesi atau kelompok ‘elit’ untuk mengetahui dan mengakui keberhasilan anggotanya ( keberhasilan tugas dokter dievaluasi dan dihargai oleh organisasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI), bukan oleh Departemen Kesehatan).
l.        Mempunyai kode etik untuk mejelaskan hal-hal yang meragukan atau menyangsikan yang berubungan dengan layanan yang diberikan.
m.    Mempunyai kadar kepercayaan yang tinggin dari publik dan kepercayaan diri sendiri anggotanya ( anggota masyarakat selalu meyakini dokter lebih tahu tentang penyakit pasien yang dilayaninya).
n.      Mempunyai status sosial dan ekonomi yang tinggi ( bila dibandingkan dengan jabatan lain ).  
Untuk melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik agar dapat meningkatkan mutu pendidikan maka guru harus memiliki kompetensi yang harus dikuasai sebagai suatu jabatan profesional. Kompetensi guru tersebut meliputi :
Menguasai bahan ajar.
Menguasai landasan-landasan kependidikan.
Mampu mengelola program belajar mengajar.
Mampu mengelola kelas.
Mampu menggunakan media/sumber belajar.
Mampu menilaik prestasi peserta didik untuk kepentingan pengajaran.
Mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan dan penyuluhan.
Mengenal penyelenggaraan administrasi sekolah.
Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengejaran.
B.     PENINGKATAN MUTU GURU
Sekarang ini ada permasalahan yang cukup serius dengan peningkatan mutu guru. Hal ini tercermin dalam indikator sebagai berikut: (a) ketidak seimbangan program pembinaan tenaga kependidikan muai dari SD hingga SLTA; (b) rendahnya efektivitas pembinaan ditinjau dari pencapaian tujuan sebagai tenaga kependidikan yang profesional; (c) adanya kesenjangan antara konsep pembinaan dengan apa yang  diimplementasikan oleh guru dalam kelas serta permasalahan lainnya yang berkembang saat ini.
Peningkatan mutu guru sebagai upaya peningkatan tenaga kependidikan memiliki tujuan agar guru terus berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Peningkatan mutu guru selalu menjadi yang prioritas, karena upaya ini didasari alasan bahwa indikator utama keberhasilan sekolah adalah kemampuan melaksanakan kegiatan belajar mengajar secara efektif dan efisien seusai dengan tuntutan kurikulum dan menyiapkan tamatan yang memenuhi kebutuhan pembangunan masa kini dan masa yang akan datang.
Guru memiliki peranan yang strategis dan merupakan kunci keberhasilan mencapai tujuan kelembagaan sekolah, karena guru adalah pengelola KBM bagi para siswanya. Kegiatan belajar mengajar akan berjalan efektif apabila tersedia guru yang sesuai dengan kebutuhan sekolah baik jumlah, kualifikasi maupun bidang keahliannya.
Peningkatan mutu guru apabila dilakukan secara serempak dari TK sampai dengan SMA/SMK tidaklah mungkin dilaksanakan, hal ini terkait dengan penanganan guru di berbagai daerah sangat dipengaruhi oleh kebijakan pendidikan yang diambil setelah diberlakukannya desentralisasi. Hal ini menjadi sebuah pemikiran bahwa bagaimanapun peningkatan mutu guru dapat dilakukan secara simultan dan sesuai kemampuan dari masing-masing daerah.
Kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka peningkatan mutu guru dapat berupa pelatihan guru, sekolah lanjutan (D3-S1, S1-S2, S2-S3), PKG, MGMP/MGP, KKG, seminar, workshop, diskusi dsb. Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh pemerintah melalui LPMP D.I. Yogyakarta mengadakan Diklat Kualifikasi D-S1 bagi guru-guru SMP mata pelajaran IPA, Matematika, Bahasa Inggris,Bahasa Indonesia dan Bimbingan dan Konseling
Menurut Suwondo, MS (2003) program peningkatan kemampuan profesional guru yang juga perlu mendapat perhatian adalah peningkatan kompetensi melalui diklat dan peningkatan pengalaman melalui program magang atau on the job training di dunia industri/dunia usaha. Idealnya, guru minimal satu kali dalam lima tahun mengikuti program penyegaran atau kompetensi. Hal ini didasarkan pada dua hal. Pertama, agar mereka dapat mengikuti perkembangan Iptek yang demikian cepat. Kedua, untuk memberikan kesempatan kepada yang bersangkutan agar dapat memenuhi persyaratan angka kredit kenaikan pangkat atau jabatan.
C.    KUALIFIKASI DAN KOMPETENSI GURU
1 KOMPETENSI PEDAGOGIK
·         Mampu memutuskan mengapa, kapan, dimana, dan bagaimana materi mendukung tujuan pengajaran, dan bagaimana memilih jenis-jenis materi yang sesuai untuk keperluan belajar siswa.
·         Mampu mengembangkan potensi peserta didik.
·         Menguasai prinsip-prinsip dasar pembelajaran berbasis Kompetensi.
·         Mengembangkan kurikulum yang mendorong keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran.
·         Merancang pembelajaran yang mendidik.
·         Melaksanakan pembelajaran yang mendidik.
·         Menilai proses dan hasil pembelajaran yang mengacu pada tujuan utuh pendidikan.

2. KOMPETENSI KEPERIBADIAN
·         Selalu menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa.
·         Selalu menampilkan diri sebagai pribadi yang berakhlak mulia yang menjadi teladan bagi peserta didik.
·         Selalu berperilaku sebagai pendidik profesional.
·         Mengembangkan diri secara terus menerus sebagai pendidik profesional.
·         Mampu menilai kinerja sendiri yang dikaitkan dengan pencapaian tujuan utuh pendidikan TIK
3. KOMPETENSI SOSIAL
·         Mampu berkomunikasi secara efektif dengan orang tua peserta didik, sesama pendidik, dan masyarakat sebagai stakeholders dari layanan ahlinya.
·         Berkontribusi terhadap perkembangan pendidikn di sekolah dan masyarakat.
·         Berkontribusi terhadap perkembangan pendidikn di tkt lokal, regional, dan nasional.
·         Mampu memanfaatkan teknologi untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri
4. KOMPETENSI GURU PROFESIONAL
·         Menurut Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 045/U/2002, kompetensi diartikan sebagai seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan pekerjaan tertentu.
·         Menurut PP RI No. 19 tahun 2005 pasal 28, pendidik adalh agen pembelajaran yang harus memiliki empat jenis kompetensi, yakni kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial
·         Kompetensi guru dapat diartikan sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diwujudkan dalam bentuk perangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seorang guru untuk memangku jabatan guru sebagai profesi.

2.      PENGEMBANGAN PADA PELATIHAN GURU
Jika kita mengkaji secara mendalam proses pelatihan dengan menggunakan pendekatan andragogi maka kita akan melihat bahwa implementasi pendekatan andragogi tersebut sangat sejalan dengan pengembangan manusia. Prinsip-prinsip konsep diri, menggunakan pengalaman, kesiapan belajar, dan perspektif terhadap waktu dan orientasi belajar mengarah pada peningkatan kualitas manusia.
Pelatihan guru sebagai upaya peningkatan mutu guru akan memiliki makna dan berkontribusi pada mutu pendidikan apabila di dalam perencanaan pelatihan, pelaksanaan, strategi pelatihan dan evaluasinya mengacu pada prinsip-prinsip pengembangan manusia yang kualitatif.
Pengembangan Profesi
Profesi guru kian hari menjadi perhatian seiring dengan perubahan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang menuntut kesiapan agar tidak ketinggalan. Menurut Pidarta (1999) bahwa Profesi ialah suatu jabatan atau pekerjaan biasa seperti halnya dengan pekerjaan-pekerjaan lain. Tetapi pekerjaan itu harus diterapkan kepada masyarakat untuk kepentingan masyarakat umum, bukan untuk kepentingan individual, kelompok, atau golongan tertentu. Dalam melaksanakan pekerjaan itu harus memenuhi norma-norma itu. Orang yang melakukan pekerjaan profesi itu harus ahli, orang yang sudah memiliki daya pikir, ilmu dan keterampilan yang tinggi. Disamping itu ia juga dituntut dapat mempertanggung jawabkan segala tindakan dan hasil karyanya yang menyangkut profesi itu.
Lebih lanjut Pidarta (1997) mengemukakan ciri-ciri profesi sebagai berikut :(1). Pilihan jabatan itu didasari oleh motivasi yang kuat dan merupakan panggilan hidup orang bersangkutan, (2). Telah memiliki ilmu, pengetahuan, dan keterampilan khusus, yang bersifat dinamis dan berkembang terus. (3). Ilmu pengetahuan, dan keterampilan khusus tersebut di atas diperoleh melalui studi dalam jangka waktu lama di perguruan tinggi. (4). Punya otonomi dalam bertindak ketika melayani klien, (5). Mengabdi kepada masyarakat atau berorientasi kepada layanan sosial, bukan untuk mendapatkan keuntungan finansial. (6).Tidak mengadvertensikan keahlian-nya untuk mendapatkan klien. (7). Menjadi anggota profesi. (8).Organisasi profesi tersebut menetukan persyaratan penerimaan para anggota, membina profesi anggota, mengawasi perilaku anggota, memberikan sanksi, dan memperjuangkan kesejahteraan anggota.
Bila diperhatikan ciri-ciri profesi tersebut di atas nampaknya bahwa profesi guru tidak mungkin dikenakan pada sembarang orang yang dipandang oleh masyarakat umum sebagai pendidik. Pekerjaan profesi harus berorientasi pada layanan sosial. Seorang profesional ialah orang yang melayani kebutuhan anggota masyarakat baik secara perorangan maupun kelompok. Sebagai orang yang memberikan pelayanan sudah tentu membutuhkan sikap rendah hati dan budi halus. Sikap dan budi halus ini menjadi sarana bagi terjalinnya hubungan yang baik yang ikut menentukan keberhasilan profesi.
Pengembangan profesi guru merupakan hal penting untuk diperhatikan guna mengantisipasi perubahan dan beratnya tuntutan terhadap profesi guru. Pengembangan profesionalisme guru menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Maister (1997) mengemukakan bahwa profesionalisme bukan sekadar memiliki pengetahuan, teknologi dan manajemen tetapi memiliki keterampilan tinggi, memiliki tingkah laku yang dipersyaratkan.
Guru Indonesia yang profesional dipersyaratkan mempunyai: (1). Dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan, (2). Penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praksis pendidikan yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya merupakan konsep-konsep belaka. Pendidikan merupakan proses yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset pendidikan hendaknya diarahkan pada praksis pendidikan masyarakat Indonesia, (3). Pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan, profesi guru merupakan profesi yang berkembang terus menerus dan berkesinambungan antara LPTK dengan praktek pendidikan. Kekerdilan profesi guru dan ilmu pendidikan disebabkan terputusnya program pre-service dan in-service karena pertimbangan birokratis yang kaku atau manajemen pendidikan yang lemah. (Arifin I, 2000)
Dimensi lain dari pola pembinaan profesi guru yang dapat dilakukan yaitu: (1). Peningkatan dan Pembinaan hubungan yang erat antara Perguruan Tinggi dengan pembinaan SLTA, (2). Meningkatkan bentuk rekrutmen calon guru, (3). Program penataran yang dikaitkan dengan praktik lapangan, (4). Meningkatkan mutu pendidikan calon pendidik. (5). Pelaksanaan supervisi yang baik, (6).Peningkatan mutu manajemen pendidikan, (7). Melibatkan peran serta masyarakat berdasarkan konsep linck and matc.(8). Pemberdayaan buku teks dan alat-alat pendidikan penunjang, (9). Pengakuan masyarakat terhadap profesi guru, (10). Perlunya pengukuhan program Akta Mengajar melalui peraturan perundang-undangan. dan (11) Kompetisi profesional yang positif dengan pemberian kesejahteraan yang layak (Hasan A M, 2001).
Apabila syarat-syarat profesionalisme guru di atas itu terpenuhi akan mengubah peran guru yang tadinya pasif menjadi guru yang kreatif dan dinamis. Hal ini sejalan dengan pendapat Semiawan (1991) bahwa pemenuhan persyaratan guru profesional akan mengubah peran guru yang semula sebagai orator yang verbalistis menjadi berkekuatan dinamis dalam menciptakan suatu suasana dan lingkungan belajar yang invitation learning environment.
Menurut Akadum (1999) bahwa ada lima penyebab rendahnya profesionalisme guru yaitu : (1). Masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara total, (2). Rentan dan rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etika profesi keguruan, (3). Pengakuan terhadap ilmu pendidikan dan keguruan masih setengah hati dari pengambilan kebijakan dan pihak-pihak terlibat. Hal ini terbukti dari masih belum mantapnya kelembagaan pencetak tenaga keguruan dan kependidikan, (4). Masih belumsmoothnya perbedaan pendapat tentang proporsi materi ajar yang diberikan kepada calon guru, (5). Masih belum berfungsi PGRI sebagai organisasi profesi yang berupaya secara maksimal meningkatkan profesionalisme anggotanya.
Upaya meningkatkan profesionalisme guru di antaranya melalui (1). Peningkatan kualifikasi dan persyaratan jenjang pendidikan yang lebih tinggi bagi tenaga pengajar. (2). Program sertifikasi (Pantiwati, 2001). Selain sertifikasi, menurut Supriadi (1998) yaitu mengoptimalkan fungsi dan peran kegiatan dalam bentuk PKG (Pusat Kegiatan Guru), KKG (Kelompok Kerja Guru), dan MGMP (musyawarah Guru Mata Pelajaran) yang memungkinkan para guru untuk berbagi pengalaman dalam memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi dalam kegiatan mengajarnya. Hal tersebut diperkuat pendapat dari Pidarta (1999) bahwa mengembangkan atau membina profesi para guru yang terdiri dari : (1). Belajar lebih lanjut. (2). Menghimbau dan ikut mengusahakan sarana dan fasilitas sanggar-sanggar seperti Sanggar Pemantapan Kerja Guru. (3). Ikut mencarikan jalan agar guru-guru mendapatkan kesempatan lebih besar mengikuti panataran-penataran pendidikan. (4). Ikut memperluas kesempatan agar guru-guru dapat mengikuti seminar-seminar pendidikan yang sesuai dengan minat dan bidang studi yang dipegang dalam usaha mengembangkan profesinya. (5). Mengadakan diskusi-diskusi ilmiah secara berkala disekolah. (6). Mengembangkan cara belajar berkelompok untuk guru-guru sebidang studi.
Pola pengembangan dan pembinaan profesi guru yang diuraikan di atas sangat memungkinkan terjadinya perubahan paradigma dalam pengembangan profesi guru sebagai langkah antisipatif terhadap perubahan peran dan fungsi guru yang selama ini guru dianggap sebagai satu-satunya sumber informasi dan pengetahuan bagi siswa, padahal perkembangan teknologi dan informasi sekarang ini telah membuka peluang bagi setiap orang untuk dapat belajar secara mandiri dan cepat yang berarti siapapun bisa lebih dulu mengetahui yang terjadi sebelum orang lain mengetahuinya, kondisi ini mengisyaratkan adanya pergeseran pola pembelajaran dan perubahan fungsi serta peran guru yang lebih besar yang bukan lagi sebagai satu-satunya sumber informasi pengetahuan bagi siswa melainkan sebagai fasilitator yang mengarahkan siswa dalam pembelajaran.
Pengembangan profesi guru harus pula diimbangi dengan usaha lain seperti mengusahakan perpustakaan khusus untuk guru-guru yang mencakup segala bidang studi yang diajarkan di sekolah, sehingga guru tidak terlalu sulit untuk mencari bahan dan referensi untuk mengajar di kelas. Pengembangan yang lain dapat dilakukan melalui pemberian kesempatan kepada guru-guru untuk mengarang bahan pelajaran tersendiri sebagai buku tambahan bagi siswa baik secara perorangan atau berkelompok. Usaha ini dapat memotivasi guru dalam melakukan inovasi dan mengembangkan kreativitasnya yang berarti memberi peluang bagi guru untuk meningkatkan kinerjannya.
Menurut W.F. Connell (1974) bahwa guru profesional adalah guru yang memiliki kompetensi tertentu sesuai dengan persyaratan yang dituntut oleh profesi keguruan. Peranan profesi adalah sebagai motivator, supervisor, penanggung jawab dalam membina disiplin, model perilaku, pengajar dan pembimbing dalam proses belajar, pengajar yang terus mencari pengetahuan dan ide baru untuk melengkapi dan meningkatkan pengetahuannya, komunikator terhadap orang tua murid dan masyarakat, administrator kelas, serta anggota organisasi profesi pendidikan.
Menyadari akan profesi merupakan wujud eksistensi guru sebagai komponen yang bertanggung jawab dalam keberhasilan pendidikan maka menjadi satu tuntutan bahwa guru harus sadar akan peran dan fungsinya sebagai pendidik. Hal tersebut dipertegas Pidarta (1999) bahwa kesadaran diri merupakan inti dari dinamika gerak laju perkembangan profesi seseorang, merupakan sumber dari kebutuhan mengaktualisasi diri. Makin tinggi kesadaran seseorang makin kuat keinginannya meningkatkan profesi.
Pembinaan dan pengembangan profesi guru bertujuan untuk meningkatkan kinerja dan dilakukan secara terus menerus sehingga mampu menciptakan kinerja sesuai dengan persyaratan yang diinginkan, disamping itu pembinaan harus sesuai arah dan tugas/fungsi yang bersangkutan dalam sekolah. Semakin sering profesi guru dikembangkan melalui berbagai kegiatan maka semakin mendekatkan guru pada pencapaian predikat guru yang profesional dalam menjalankan tugasnya sehingga harapan kinerja guru yang lebih baik akan tercapai.
2.      Peningkatan Kompetensi Guru Melalui Pelatihan
Peningkatan mutu guru yang dilakukan tidak akan lepas dari peningkatan kompetensi guru dan harus sesuai dengan sistem standarisasi guru di tiap-tiap jenis dan jenjang pendidikan sekolah (satndar kompetensi). Tujuan dikembangkan standar kompetensi guru adalah untuk menetapkan suatu ukuran kemampuan pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai oleh seorang guru agar profesional dalam merencanakan dan mengelola proses pembelajaran di sekolah.(Suwondo, MS: 2003).
Lebih lanjut dijelaskan bahwa pengembangan kompetensi menggunakan kriteria sebagai berikut: (a) mengacu kepada tuntutan kebutuhan pengembangan iptek; misalnya kemampuan mengakses, memilih, dan menilai dan mengolah informasi, kemampuan dalam mengatasi situasi yang serba tidak pasti dan searah dengan visi dan misi pembangunan pendidikan nasional; (b) mengacu kepada kompetensi yang harus dimiliki oleh guru dalam bidang pendidikan umum penyelenggaraan pendidikan; (c) mengacu kepada kurikulum yang berlaku, yaitu kemampuan yang harus dimiliki oleh guru untuk membantu siswa mencapai kompetensi yang dituntut oleh kurikulum; (d) harus dapat diukur (measurable) atau dapat ditunjukkan (demonstrable) dengan indikator tertentu; (e) substansi materi secara akademik dapat dipertanggungjawabkan dan dapat menunjukkan kinerja guru yang berkualitas dan terukur; (f) dapat ditingkatkan kemampuan pengetahuan dan wawasan guru.
Peningkatan kompetensi guru dapat dilakukan melalui program pelatihan dalam jabatan (in service training). Pelatihan mengandung makna bahwa setelah mengikuti pelatihan guru akan terdorong motivasinya untuk memperbaiki kinerja, cara pembelajaran atau penyegaran ilmu dan informasinya. Pelatihan secara umum (Sikula:1976) diartikan sebagai kegiatan untuk memperbaiki penguasaaan berbagai keerampilan dan teknik pelaksanaan kerja tertentu dalam waktu yang sangat singkat.
Sedangkan definisi dari Center for Development Management and Productivity (Depdiknas; 2000) adalah belajar untuk mengubah tingkah laku orang dalam melaksanakan pekerjaan mereka. Pelatihan pada dasarnya adalah suatu proses memberikan bantuan bagi para karyawan atau pekerja untuk memperbaiki kekurangan dalam melaksanakan pekerjaan. Pelatihan untuk guru biasanya dilakukan oleh lembaga-lembaga diklat atau dinas pendidikan/depag yang ditunjuk untuk memberikan fasilitas kepada guru untuk melakukan kegiatan itu. Dewasa ini pelatihan guru merupakan bagian yang urgen terutama setelah ada reformasi. Oleh karenanya untuk masa yang akan datang pelatihan guru harus terikat paling sedikitnya empat komponen kompetensi yang dikemukakan Russel (Nurtain,1989) yakni (1) kompetensi kebudayaan umum (general culture) atau disebut dengan kompetensi kemasyarakatan, (2) kompetensi akademis khusus(special scholarsship), disebut juga kompetensi bidang pengetahuan akademis tertentu., (3) kompetensi pengetahuan profesional (professional knowledge) yang memperlihatkan tipe-tipe keguruannya, (4) kompetensi yang berhubunngan degan seni dan keterampilan teknis (art and technical skill) yang didmonstrasikan.
Secara umum tujuan pelatihan guru dinyatakan oleh Moekijat (1993) adalah untuk penambahan pengetahuan, keterampilan, dan perbaikan sikap dari peserta pelatihan. Morse (Tracy, 1974) menyatakan bahwa arah tujuan pelatihan adalah pengembangan penampilan kerja invidu dan pengembangan karir seseorang. Sedangkan Lynton dan Pareek (1978) menyatakan bahwa tujuan dari proses pelatihan ialah perilaku yang efektif dari seseorang yang dalam pekerjaan di dalam organisasi dalam keadaan yang paling sederhana.
Dari uraian di atas nampak bahwa dengan adanya pelatihan-pelatihan yang diikuti oleh guru-guru, diharapkan guru akan lebih paham dengan dunia kerja, dapat mengembangkan kepribadiannya, penampilan kerja individu, mengembangkan karir, perilakunya menjadi efektif dan guru akan menjadi lebih berkompeten.
Pelatihan yang diikuti para guru ada bermacam-macam tipe. Seperti halnya LPMP D.I. Yogyakarta pelatihan yang dilaksanakan ada 3 tipe penataran, yaitu penataran penyegaran, penataran peningkatan kualifikasi dan penataran penjenjangan. Penataran penyegaran ialah penataran untuk menyesuaikan tenaga kependidikan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern serta memantapkan tenaga kependidikan tersebut agar dapat melakukan tugas sehari-hari dengan baik. Sifatnya memberikan kesegaran sesuai dengan perubahan yang terjadi. Pola pelatihan ini biasanya 30-120 jam. Contohnya : Pelatihan Penggunaan Alat Peraga KIT IPA bagi guru SD kelas V, Pelatihan Pembuatan Alat Evaluasi Mata Pelajaran IPS SMP, Pelatihan Matematika bagi guru SMK.
Penataran peningkatan kualifikasi ialah penataran dalam hubungan dengan profesi kependidikan sehingga diperoleh suatu kualifikasi formal tertentu dengan standar yang telah ditentukan. Pola pelatihan biasanya 150 jam – 300 jam. Contohnya: Pelatihan Kualifikasi D3-S1 bagi Guru SMP Mata pelajaran Matematika, Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, IPA, Bimbingan dan Konseling, Pelatihan Akta mengajar (akta IV).
Penataran penjenjangan ialah penataran untuk meningkatkan kemampuan guru sehingga dipenuhi persyaratan suatu pangkat atau jabatan tertentu sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pola pelatihan ini berkisar 1 s.d. 6 bulan . Contohnya: Diklat Berjenjang Mata pelajaran Bahasa Inggris, Matematika, IPA, bagi guru SMP, Diklat calon Kepala Sekolah Dasar, Diklat Pimpinan (Adum, Sepadya, Sepama, Sepati). 
Belakangan, di lingkungan pendidikan tinggi lazim diperbincangkan perlunya penguasaan Hard Skills dan Soft Skillsdi samping pembentukan Karakter yang kuat sebagai tujuan pendidikan. Tentu saja kerangka pikir ini berbeda dari Standar Pendidik yang terkandung dalam UU nomor 14 tahun 2005, yang terdiri atas Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Pedagogik,Kompetensi Sosial dan Kompetensi Profesional, Yang merepotkan adalah bahwa keempat bidang kompetensi yang nampaknya diturunkan dari 4 pilar hasil jangka panjang pendidikan yan           

B.     PROSES BELAJAR DALAM PELATIHAN
Proses pelatihan merupakan suatu kegiatan memberikan suatu pengalaman baru bagi peserta pelatihan melalui berbagai aktivitas-aktivitas dengan suatu kondisi pembelajaran yang interaktif, dinamis, dengan pendekatan-pendekatan yang menungkinkan peserta dapat terlibat secara aktif, mengaktulisasikan diri dan pengalaman. Sehingga dengan sendirinya proses pembelajaran di dalam pelatihan tidak seperti halnya guru mengajar di depan kelas seperti yang terjadi di sekolah-sekolah.
Desain sebuah pelatihan tidak bisa dilepaskan kepada teori belajar yang mendasarinya. Pada dasarnya kita mengenal dua teori belajar: (a) teori belajar bagi anak-anak, dan (b) teori belajar bagi orang dewasa. Kedua teori memiliki dasar yang berbeda secara filosofis sehingga pada prakteknya akan kelihatan teori yang paling cocok untuk pelatihan guru-guru.
Teori belajar bagi anak-anak, mendasarkan pada ungkapan ”tabularasa” yang mengandung pengertian kertas putih bersih. Kertas putih bersih itu tergantung kepada kita, apa yang akan kita tulis di atasnya. Ini berarti bahwa seorang anak ditentukan baik buruknya oleh siapa yang menggarapnya. Teori belajar ini cenderung paedagogik, yang paling berperan adalah pengajar. Pengajar adalah seorang yang dianggap serba mengetahui, dominan terhadap peserta belajar dan pengajar merupakan satu-satunya sumber belajar. Dalam hal ini pengajar adalah seorang tempat untuk bertanya segala sesuatu.
Teori belajar bagi orang dewasa, pada proses belajar mengajar bagi orang dewasa lebih banyak ditekankan kepada segi pengalaman. Orang dewasa memiliki ciri-ciri tersendiri, dan karena itu memerlukan pendekatan yang berbeda dibandingkan dengan pendidikan terhadap anak-anak. Kita mengenal pembelajaran bagi orang dewasa dengan sebutan andragogi artinya suatu ilmu dan seni dalam membantu orang dewasa.
Lunandi (1989) memberikan batasan tentang pendidikan orang dewasa yaitu keseluruhan proses pendidikan yang diorganisasikan, apapun isi, tingkatan dan metodenya, baik formal maupun tidak, yang melanjutkan maupun menggantikan pendidikan semula di sekolah, kolese dan universitas serta latihan kerja, yang membuat orang yang dianggap dewasa oleh
masyarakat mengembangkan kemampuannya, memperkaya pengetahuannya, meningkatkan kualifikasi teknisatau profesionalnya, dan mengakibatkan perubahan pada sikap dan perilakunya dalam perspektif rangkap perkembangan pribadi secara utuh dan partisipasi dalam perkembangan sosial, ekonomi dan budaya yang seimbang dan bebas.
Syamsu dan Anisah (1994) bahwa pada hakekatnya pembelajaran orang dewasa adalah proses peningkatan kemampuan untuk menanggulangi masalah kehidupan yang dialaminya sehingga meningkatkan mutu kehidupan warga belajar. Menurut Soebagio, AD (1993) ada empat konsep dasar yang berbeda antara pendidikan anak dan pendidikan orang dewasa. Perbedaan itu adalah :
1. Konsep Diri
Orang dewasa diasumsikan sebagai orang yang telah cukup matang untuk dapat mengambil keputusan sendiri. Ia merupakan orang yang telah mandiri, dan karena kemandiriannya itu maka proses belajar mengajar bagi orang dewasa lebih dititikberatkan kepada segi emnggali pengetahuan memalui pengalamannya. Pada proses belajar mengajar ini seorang pengajar/fasilitator/widyaiswara bukanlah tokoh yang dominan, ia bujanlah pula orang yang dianggap serba tahu dan segala bisa. Fasilitator/widyaiswara lebih banyak bertindak memfasilitasi atau pengantar dalam berdiskusi, bertukar pengalaman, pengetahuan dan keterampilan yang terjadi di antara sesama peserta dengan peserta, widyaiswara dengan peserta. Kegiatan saling membantu dalam kegiatan proses belajar mengajar ini didasarkan pada prinsip orang dewasa itu perlu untuk diakui eksistensinya, dihargai dan telah memiliki pengalaman tertentu. Oleh karena itu proses belajar mengajar tidak lain adalah proses tukar menukar pengalaman dan kemudian menjadikan pengalaman tersebut sebagai dasar pembentukan pengalaman baru.Komunikasi yang terjadi tidak satu arah tetapi multi arah yang memungkin semua peserta bisa saling kenal dan memahami satu sama lain.
2. Peranan Pengalaman
Pengalaman merupakan bagian terpenting dari kegiatan belajar mengajar orang dewasa. Pengalaman merupakan kumpulan dari berbagai peristiwa dan kejadian yang dialaminya. Pengalaman inilah yang membedakan antara anak-anak dengan orang dewasa. Pengalaman turut menentukan nilai-nilaihidupnya. Dan pengalaman itu menentukan seseorang dalam proses pengambilan keputusannya. Adanya perbedaan anatara pengalaman orang dewasa dengan anak-anak mengakibatkan tiga hal penting:
a. bahwa orang dewasa itu lebih banyak saling tukar menukar pengalaman dengan orang lain, tukar menukar pengalaman memperkaya pengalaman baru.
b. bahwa orang dewasa lebih banyak memiliki pengalaman sebagai landasan untuk mencari pengalaman baru.
c. orang dewasa lebih banyak menerima kebiasaan dan pola pikiran yang mantap, karena itu sesungguhnya mereka lebih terbuka terhadap orang lain.
3. Kesiapan untuk Belajar
Pembelajaran orang dewasa (Andragogi) lebih menitikberatkan kepada belajar sambil bekerja. Andragogi merupakan metode pelatihan yang didasarkan atas prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. bahwa manusia itu merupakan makhluk yang sangat unik. Mereka memiliki tujuan yang saling berbeda, memiliki karakteristik dan pengalaman yang berbeda.
b. bahwa belajar itu bukanlah suatu hal yang dapat dipompakan sedemikian rupa, melainkan sesuatu hal yang tumbuh secara sadar dari diri seseorang serta berkaitan dengan pengalaman
c. bahwa belajar itu lebih efektif hasilnya apabila tujuan belajar erat kaitannya, dan bermanfaat bagi peserta dan kegunaannya langsung dirasakan dalam rangka peningkatan kehidupannya.
d. bahwa belajar itu merupakan merupakan hasil kehidupan manusia yang melekat, karena cara belajar yang paling baik adalah memfokuskan diri terhadap masalah yang berkaitan dengan kehidupan pekerjaan manusia.
e. bahwa belajar itu tidak akan bermanfaat apabila hanya terbatas kepada fakta dan angka. Peningkatan ilmu pengetahuan harus dilengkapi dengan pengertian bahwa informasi itu penting baginya dan bagaimana agar ia mampu mempergunakan ilmu pengetahuan bagi kepentingannya.
4. Perspektif terhadap waktu dan orientasi belajar
Pada pembelajaran orang dewasa lebih dipusatkan pada pemecahan masalah dan berorientasi kepada usaha memenuhi peningkatan kehidupan serta tujuan yang diinginkan. Berdasarkan pengalaman seorang peserta diklat berusaha untuk meningkatkan dan mengembangkan pengalamannya seusai dengan kenyataan kehidupan yang dihadapi. Dengan demikian andragogi merupakan proses pendekatan yang berusaha memecahkan persoalan di mana sekarang kita berada dan ke mana tujuan kita arahkan.
Konsep dasar pembelajaran andragogik tersebut diimplementasikan dalam proses pelatihan Menurut Soedomo (1989) pendidik andragogik perlu menyiapkan seperangkat prosedur di dalam proses melibatkan unsur-unsur: (1) memapankan suasana yang mendukung belajar, (2) menciptakan mekanisme perencanaan bersama, (3) mendiagnosis kebutuhan belajar, (4) merumuskan tujuan-tujuan program, (5) menyusun rancangan pola pengalaman belajar, (6) melaksanakan kegaiatan belajar dan (7) menilai hasil belajar dan mendiagnosis ulang kebutuhan belajar.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar