A. GURU SEBAGAI PENDIDIK
Fungsi pendidikan harus
betul-betul diperhatikan dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional
sebab tujuan berfungsi sebagai pemberi arah yang jelas terhadap
kegiatan penyelenggaraan pendidikan sehingga penyelenggaraan pendidikan
harus diarahkan kepada (1) pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan
berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi
manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa, (2)
pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem
terbuka dan multimakna, (3) pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses
pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat,
(4) pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan,
dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran, (5)
pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan
berhitung bagi segenap warga masyarakat, (6) pendidikan diselenggarakan dengan
memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
Peningkatan mutu pendidikan ditentukan oleh kesiapan sumber daya manusia
yang terlibat dalam proses pendidikan. Guru merupakan salah satu faktor penentu
tinggi rendahnya mutu hasil pendidikan mempunyai posisi strategis maka setiap
usaha peningkatan mutu pendidikan perlu memberikan perhatian besar kepada
peningkatan guru baik dalam segi jumlah maupun mutunya.
Guru adalah figur manusia sumber yang menempati posisi dan memegang peran
penting dalam pendidikan. Ketika semua orang mempersoalkan masalah dunia
pendidikan figur guru mesti terlibat dalam agenda pembicaraan terutama
yang menyangkut persoalan pendidikan formal di sekolah. Pendidik atau guru
merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan,
serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi
pendidik pada perguruan tinggi. Hal tersebut tidak dapat disangkal kerana
lembaga pendidikan formal adalah dunia kehidupan guru. sebagai besar waktu guru
ada di sekolah, sisanya ada di rumah dan di masyarakat (Djamarah, 2000).
Guru merupakan faktor yang sangat dominan dan paling penting dalam
pendidikan formal pada umumnya karena bagi siswa guru sering dijadikan tokoh
teladan bahkan menjadi tokoh identifikasi diri. Di sekolah guru merupakan unsur
yang sangat mempengaruhi tercapainya tujuan pendidikan selain unsur murid dan
fasilitas lainnya. Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan sangat ditentukan
kesiapan guru dalam mempersiapkan peserta didiknya melalui kegiatan belajar
mengajar. Namun demikian posisi strategis guru untuk meningkatkan mutu hasil
pendidikan sangat dipengaruhi oleh kemampuan profesional guru dan mutu
kinerjanya.
Guru merupakan ujung tombak pendidikan sebab secara langsung berupaya
mempengaruhi, membina dan mengembangkan peserta didik, sebagai ujung tombak,
guru dituntut untuk memiliki kemampuan dasar yang diperlukan sebagai pendidik,
pembimbing dan pengajar dan kemampuan tersebut tercermin pada kompetensi guru.
Berkualitas tidaknya proses pendidikan sangat tergantung pada kreativitas
dan inovasi yang dimiliki guru. Gunawan (1996) mengemukakan bahwa Guru
merupakan perencana, pelaksana sekaligus sebagai evaluator pembelajaran di
kelas, maka peserta didik merupakan subjek yang terlibat langsung dalam proses
untuk mencapai tujuan pendidikan.
Kehadiran guru dalam proses pembelajaran di sekolah masih tetap memegang
peranan yang penting. Peran tersebut belum dapat diganti dan diambil alih oleh
apapun. Hal ini disebabkan karena masih banyak unsur-unsur manusiawi yang tidak
dapat diganti oleh unsur lain. Guru merupakan faktor yang sangat dominan dan
paling penting dalam pendidikan formal pada umumnya karena bagi siswa guru
sering dijadikan tokoh teladan bahkan menjadi tokoh identifikasi diri. (Wijaya
dan Rusyan, 1994).
Guru dituntut memiliki kinerja yang mampu memberikan dan merealisasikan
harapan dan keinginan semua pihak terutama masyarakat umum yang telah
mempercayai sekolah dan guru dalam membina anak didik. Dalam meraih mutu
pendidikan yang baik sangat dipengaruhi oleh kinerja guru dalam
melaksanakan tugasnya sehingga kinerja guru menjadi tuntutan penting untuk
mencapai keberhasilan pendidikan. Secara umum mutu pendidikan yang baik menjadi
tolok ukur bagi keberhasilan kinerja yang ditunjukkan guru.
Mengingat tugas guru begitu
berat maka perlunya guru untuk selalu di-update pengetahuan, wawasan,
keterampilannya menuju kepada pengembangan profesi yang diharapkan. Menurut Ace
Suryadi (2001) telah ditemukan di berbagai studi bahwa mutu guru secara
konsisten menjadi salah satu faktor terpenting dari mutu pendidikan. Lebih
lanjut, guru yang bermutu mampu membelajarkan murid secara efektif sesuai
dengan kendala sumber daya dan lingkungan.
Secara rinci diungkap Suyanto
(2001) bahwa selama kemampuan profesional guru belum bisa mencapai tataran
ideal guru bersangkutan harus mendapatkan pelatihan yang terus menerus. Dalam
era globalisasi seperti sekarang semua ilmu pengetahuan cepat usang. Apalagi
kalau guru tidak di-training dan tidak bisa memperoleh akses
informasi yang baru dan jika itu terjadi maka guru akan ketinggalan
Maka tidak ragu lagi bahwa
untuk mencapai kualitas pendidikan yang baik maka guru harus selalu
ditingkatkan kemampuannya agar guru selalu segar informasinya, kuat etos
kerjanya, dan cerdas akalnya.
1. PROFESI GURU
A. Konsep Profesi Guru
Menurut Dedi Supriyadi (1999)
menyatakan bahwa guru sebagai suatu profesi di Indonedia baru dalam taraf
sedang tumbuh (emerging profession) yang tingkat kematangannya belum sampai
pada yang telah dicapai oleh profesi-profesi lainnya, sehingga guru dikatakan
sebagai profesi yang setengah-setengah atau semi profesional.
Pekerjaan profesional berbeda
dengan pekerja non profesional karena suatu profesi memerlukan kemampuan dan
keahlian khusus dalam melaksanakan profesinya dengan kata lain pekerjaan yang
bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka
yang khususnya dipersiapkan untuk itu.
Pengembangan profesional guru
harus diakui sebagai suatu hal yang sangat fundamental dan penting guna
meningkatkan mutu pendidikan. Perkembangan profesional adalah proses dimana
guru dan kepala sekolah belajar, meningkatkan dan menggunakan pengetahuan,
keterampilan dan nilai secara tepat.
Profesi guru memiliki tugas
melayani masyarakat dalam bidang pendidikan. Tuntutan profesi ini memberikan layanan
yang optimal dalam bidang pendidikan kepada msyarakat. Secara khusus guru di
tuntut untuk memberikan layanan professional kepada peserta didik agar tujuan
pembelajaran tercapai. Sehingga guru yang dikatakan profesional adalah orang
yang memeiliki kemamapuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia
mampu melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal.
Ornstein dsn Levine, 1984 (dalam Soetjipto dan Raflis Kosasi, 1999)
menyatakan bahwa profesi itu adalah jabatan yang sesuai dengan pengertian
profesi di bawah ini sebagai berikut :
a. Melayani
masyarakat, merupakan karier yang akan dilaksanakan sepanjang hayat ( tidak
berganti-ganti pekerjaan )
b. Memerlukan
bidang ilmu dan keterampilan tertentu diluar jangkauan khalayak ramai ( tidak
setiap orang dapat melakukan )
c. Menggunakan
hasil penelitian dan aplikasi dari teori ke praktek ( teori baru di kembangkan
dari hasil penelitian )
d. Memerlukan pelatihan khusus dengan
waktu yang panjang
e. Terkendali
berdasarkan lisensi buku dan atau mempunyai persyaratan masuk ( untuk menduduki
jabatan tersebut memerlukan izin tertentu atau ada persyaratan khusus yang
ditentukan untuk dapat mendudukinya ).
f. Otonomi
dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentu (tidak diatur
oleh orang lain)
g. Menerima
tanggung jawab terhadap keputusan yang diabil dan unjuk kerja yang ditampilkan
yang berhubung dengan layanan yang diberikan ( langsung bertanggung jawab
terhadap apa yang diputuskan, tidak dipindahkan ke atasan atau instansi yang
lain lebih tinggi ). Mempunyai sekumpulan unjuk kerja yang baku.
h. Mempunyai
komitmen terhadap jabatan dan klien dengan penekanan terhadap layanan yang akan
diberikan.
i. Menggunakan
administrator untuk memudahkan profesinya relatif bebas dari
supervisi dalam jabatan ( misalnya dokter memakai tenaga adminstrasi untuk
mendata klien, sementara tidak ada supervisi dari luar terhadap pekerjaan
dokter sendiri )
j. Mempunyai organisasi yang diatur
oleh anggota profesi sendiri.
k. Mempunyai
asosiasi profesi atau kelompok ‘elit’ untuk mengetahui dan mengakui
keberhasilan anggotanya ( keberhasilan tugas dokter dievaluasi dan dihargai oleh
organisasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI), bukan oleh Departemen Kesehatan).
l. Mempunyai
kode etik untuk mejelaskan hal-hal yang meragukan atau menyangsikan yang
berubungan dengan layanan yang diberikan.
m. Mempunyai
kadar kepercayaan yang tinggin dari publik dan kepercayaan diri sendiri
anggotanya ( anggota masyarakat selalu meyakini dokter lebih tahu tentang
penyakit pasien yang dilayaninya).
n. Mempunyai status sosial dan ekonomi
yang tinggi ( bila dibandingkan dengan jabatan lain ).
Untuk melaksanakan tugas dan
fungsinya dengan baik agar dapat meningkatkan mutu pendidikan maka guru harus
memiliki kompetensi yang harus dikuasai sebagai suatu jabatan profesional.
Kompetensi guru tersebut meliputi :
Menguasai bahan ajar.
Menguasai landasan-landasan
kependidikan.
Mampu mengelola program belajar mengajar.
Mampu mengelola kelas.
Mampu menggunakan
media/sumber belajar.
Mampu menilaik prestasi
peserta didik untuk kepentingan pengajaran.
Mengenal fungsi dan program
pelayanan bimbingan dan penyuluhan.
Mengenal penyelenggaraan
administrasi sekolah.
Memahami prinsip-prinsip dan
menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengejaran.
B. PENINGKATAN MUTU GURU
Sekarang ini ada permasalahan
yang cukup serius dengan peningkatan mutu guru. Hal ini tercermin dalam
indikator sebagai berikut: (a) ketidak seimbangan program pembinaan tenaga
kependidikan muai dari SD hingga SLTA; (b) rendahnya efektivitas pembinaan
ditinjau dari pencapaian tujuan sebagai tenaga kependidikan yang profesional;
(c) adanya kesenjangan antara konsep pembinaan dengan apa yang
diimplementasikan oleh guru dalam kelas serta permasalahan lainnya yang
berkembang saat ini.
Peningkatan mutu guru sebagai
upaya peningkatan tenaga kependidikan memiliki tujuan agar guru terus
berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Peningkatan mutu guru selalu menjadi yang prioritas, karena upaya ini didasari
alasan bahwa indikator utama keberhasilan sekolah adalah kemampuan melaksanakan
kegiatan belajar mengajar secara efektif dan efisien seusai dengan tuntutan
kurikulum dan menyiapkan tamatan yang memenuhi kebutuhan pembangunan masa kini
dan masa yang akan datang.
Guru memiliki peranan yang
strategis dan merupakan kunci keberhasilan mencapai tujuan kelembagaan sekolah,
karena guru adalah pengelola KBM bagi para siswanya. Kegiatan belajar mengajar
akan berjalan efektif apabila tersedia guru yang sesuai dengan kebutuhan
sekolah baik jumlah, kualifikasi maupun bidang keahliannya.
Peningkatan mutu guru apabila
dilakukan secara serempak dari TK sampai dengan SMA/SMK tidaklah mungkin
dilaksanakan, hal ini terkait dengan penanganan guru di berbagai daerah sangat
dipengaruhi oleh kebijakan pendidikan yang diambil setelah diberlakukannya
desentralisasi. Hal ini menjadi sebuah pemikiran bahwa bagaimanapun peningkatan
mutu guru dapat dilakukan secara simultan dan sesuai kemampuan dari
masing-masing daerah.
Kegiatan yang dapat dilakukan
dalam rangka peningkatan mutu guru dapat berupa pelatihan guru, sekolah lanjutan
(D3-S1, S1-S2, S2-S3), PKG, MGMP/MGP, KKG, seminar, workshop, diskusi dsb. Hal
ini sebagaimana yang dilakukan oleh pemerintah melalui LPMP D.I. Yogyakarta
mengadakan Diklat Kualifikasi D-S1 bagi guru-guru SMP mata pelajaran IPA,
Matematika, Bahasa Inggris,Bahasa Indonesia dan Bimbingan dan Konseling
Menurut Suwondo, MS (2003)
program peningkatan kemampuan profesional guru yang juga perlu mendapat
perhatian adalah peningkatan kompetensi melalui diklat dan peningkatan
pengalaman melalui program magang atau on the job training di dunia
industri/dunia usaha. Idealnya, guru minimal satu kali dalam lima tahun
mengikuti program penyegaran atau kompetensi. Hal ini didasarkan pada dua hal.
Pertama, agar mereka dapat mengikuti perkembangan Iptek yang demikian cepat.
Kedua, untuk memberikan kesempatan kepada yang bersangkutan agar dapat memenuhi
persyaratan angka kredit kenaikan pangkat atau jabatan.
C. KUALIFIKASI DAN KOMPETENSI GURU
1 KOMPETENSI PEDAGOGIK
· Mampu
memutuskan mengapa, kapan, dimana, dan bagaimana materi mendukung tujuan
pengajaran, dan bagaimana memilih jenis-jenis materi yang sesuai untuk
keperluan belajar siswa.
· Mampu
mengembangkan potensi peserta didik.
· Menguasai
prinsip-prinsip dasar pembelajaran berbasis Kompetensi.
· Mengembangkan
kurikulum yang mendorong keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran.
· Merancang
pembelajaran yang mendidik.
· Melaksanakan
pembelajaran yang mendidik.
· Menilai
proses dan hasil pembelajaran yang mengacu pada tujuan utuh pendidikan.
2. KOMPETENSI KEPERIBADIAN
· Selalu
menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan
berwibawa.
· Selalu
menampilkan diri sebagai pribadi yang berakhlak mulia yang menjadi teladan bagi
peserta didik.
· Selalu
berperilaku sebagai pendidik profesional.
· Mengembangkan
diri secara terus menerus sebagai pendidik profesional.
· Mampu
menilai kinerja sendiri yang dikaitkan dengan pencapaian tujuan utuh pendidikan
TIK
3. KOMPETENSI SOSIAL
· Mampu
berkomunikasi secara efektif dengan orang tua peserta didik, sesama pendidik,
dan masyarakat sebagai stakeholders dari layanan ahlinya.
· Berkontribusi
terhadap perkembangan pendidikn di
sekolah dan masyarakat.
· Berkontribusi
terhadap perkembangan pendidikn di tkt lokal, regional, dan nasional.
· Mampu
memanfaatkan teknologi untuk berkomunikasi dan mengembangkan
diri
4. KOMPETENSI GURU PROFESIONAL
· Menurut
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 045/U/2002, kompetensi diartikan
sebagai seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki
seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam
melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan pekerjaan tertentu.
· Menurut
PP RI No. 19 tahun 2005 pasal 28, pendidik adalh agen pembelajaran yang harus
memiliki empat jenis kompetensi, yakni kompetensi pedagogik, kepribadian,
profesional, dan sosial
· Kompetensi
guru dapat diartikan sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang
diwujudkan dalam bentuk perangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang
dimiliki seorang guru untuk memangku jabatan guru sebagai profesi.
2. PENGEMBANGAN PADA PELATIHAN GURU
Jika kita mengkaji secara
mendalam proses pelatihan dengan menggunakan pendekatan andragogi maka kita
akan melihat bahwa implementasi pendekatan andragogi tersebut sangat sejalan
dengan pengembangan manusia. Prinsip-prinsip konsep diri, menggunakan
pengalaman, kesiapan belajar, dan perspektif terhadap waktu dan orientasi
belajar mengarah pada peningkatan kualitas manusia.
Pelatihan guru sebagai upaya
peningkatan mutu guru akan memiliki makna dan berkontribusi pada mutu pendidikan
apabila di dalam perencanaan pelatihan, pelaksanaan, strategi pelatihan dan
evaluasinya mengacu pada prinsip-prinsip pengembangan manusia yang kualitatif.
Pengembangan Profesi
Profesi guru kian
hari menjadi perhatian seiring dengan perubahan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi yang menuntut kesiapan agar tidak ketinggalan. Menurut Pidarta (1999)
bahwa Profesi ialah suatu jabatan atau pekerjaan biasa seperti halnya dengan
pekerjaan-pekerjaan lain. Tetapi pekerjaan itu harus diterapkan kepada
masyarakat untuk kepentingan masyarakat umum, bukan untuk kepentingan
individual, kelompok, atau golongan tertentu. Dalam melaksanakan pekerjaan itu
harus memenuhi norma-norma itu. Orang yang melakukan pekerjaan profesi itu
harus ahli, orang yang sudah memiliki daya pikir, ilmu dan keterampilan yang
tinggi. Disamping itu ia juga dituntut dapat mempertanggung jawabkan segala
tindakan dan hasil karyanya yang menyangkut profesi itu.
Lebih lanjut Pidarta (1997) mengemukakan ciri-ciri profesi sebagai berikut
:(1). Pilihan jabatan itu didasari oleh motivasi yang kuat dan merupakan
panggilan hidup orang bersangkutan, (2). Telah memiliki ilmu, pengetahuan, dan keterampilan
khusus, yang bersifat dinamis dan berkembang terus. (3). Ilmu pengetahuan, dan
keterampilan khusus tersebut di atas diperoleh melalui studi dalam jangka waktu
lama di perguruan tinggi. (4). Punya otonomi dalam bertindak ketika melayani
klien, (5). Mengabdi kepada masyarakat atau berorientasi kepada layanan sosial,
bukan untuk mendapatkan keuntungan finansial. (6).Tidak mengadvertensikan
keahlian-nya untuk mendapatkan klien. (7). Menjadi anggota profesi.
(8).Organisasi profesi tersebut menetukan persyaratan penerimaan para anggota,
membina profesi anggota, mengawasi perilaku anggota, memberikan sanksi, dan
memperjuangkan kesejahteraan anggota.
Bila diperhatikan ciri-ciri
profesi tersebut di atas nampaknya bahwa profesi guru tidak mungkin dikenakan
pada sembarang orang yang dipandang oleh masyarakat umum sebagai pendidik.
Pekerjaan profesi harus berorientasi pada layanan sosial. Seorang profesional
ialah orang yang melayani kebutuhan anggota masyarakat baik secara perorangan
maupun kelompok. Sebagai orang yang memberikan pelayanan sudah tentu
membutuhkan sikap rendah hati dan budi halus. Sikap dan budi halus ini menjadi
sarana bagi terjalinnya hubungan yang baik yang ikut menentukan keberhasilan
profesi.
Pengembangan profesi guru
merupakan hal penting untuk diperhatikan guna mengantisipasi perubahan dan
beratnya tuntutan terhadap profesi guru. Pengembangan profesionalisme guru
menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta
strategi penerapannya. Maister (1997) mengemukakan bahwa profesionalisme bukan
sekadar memiliki pengetahuan, teknologi dan manajemen tetapi memiliki
keterampilan tinggi, memiliki tingkah laku yang dipersyaratkan.
Guru Indonesia yang profesional dipersyaratkan mempunyai: (1). Dasar
ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi dan
masyarakat ilmu pengetahuan, (2). Penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan
riset dan praksis pendidikan yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis bukan
hanya merupakan konsep-konsep belaka. Pendidikan merupakan proses yang terjadi di lapangan dan
bersifat ilmiah, serta riset pendidikan hendaknya diarahkan pada praksis pendidikan
masyarakat Indonesia, (3). Pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan,
profesi guru merupakan profesi yang berkembang terus menerus dan
berkesinambungan antara LPTK dengan praktek pendidikan. Kekerdilan profesi guru
dan ilmu pendidikan disebabkan terputusnya program pre-service dan in-service
karena pertimbangan birokratis yang kaku atau manajemen pendidikan yang lemah.
(Arifin I, 2000)
Dimensi lain dari pola pembinaan profesi guru yang dapat dilakukan yaitu:
(1). Peningkatan dan Pembinaan hubungan yang erat antara Perguruan Tinggi
dengan pembinaan SLTA, (2). Meningkatkan bentuk
rekrutmen calon guru, (3). Program penataran yang dikaitkan dengan praktik
lapangan, (4). Meningkatkan mutu pendidikan calon pendidik. (5).
Pelaksanaan supervisi yang baik, (6).Peningkatan mutu manajemen pendidikan, (7). Melibatkan
peran serta masyarakat berdasarkan konsep linck
and matc.(8). Pemberdayaan buku teks dan
alat-alat pendidikan penunjang, (9). Pengakuan masyarakat terhadap profesi
guru, (10). Perlunya pengukuhan program Akta Mengajar melalui peraturan
perundang-undangan. dan (11) Kompetisi profesional yang positif dengan
pemberian kesejahteraan yang layak (Hasan A M, 2001).
Apabila syarat-syarat
profesionalisme guru di atas itu terpenuhi akan mengubah peran guru yang
tadinya pasif menjadi guru yang kreatif dan dinamis. Hal ini sejalan dengan
pendapat Semiawan (1991) bahwa pemenuhan persyaratan guru profesional akan
mengubah peran guru yang semula sebagai orator yang verbalistis menjadi
berkekuatan dinamis dalam menciptakan suatu suasana dan lingkungan belajar yang invitation learning environment.
Menurut Akadum (1999) bahwa ada lima penyebab rendahnya profesionalisme
guru yaitu : (1). Masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara
total, (2). Rentan dan rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etika
profesi keguruan, (3). Pengakuan terhadap ilmu pendidikan dan keguruan masih
setengah hati dari pengambilan kebijakan dan pihak-pihak terlibat. Hal ini
terbukti dari masih belum mantapnya kelembagaan pencetak tenaga keguruan dan
kependidikan, (4). Masih belumsmoothnya perbedaan pendapat tentang
proporsi materi ajar yang diberikan kepada calon guru, (5). Masih belum
berfungsi PGRI sebagai organisasi profesi yang berupaya secara maksimal
meningkatkan profesionalisme anggotanya.
Upaya meningkatkan profesionalisme guru di antaranya melalui (1).
Peningkatan kualifikasi dan persyaratan jenjang pendidikan yang lebih tinggi
bagi tenaga pengajar. (2). Program sertifikasi (Pantiwati, 2001). Selain
sertifikasi, menurut Supriadi (1998) yaitu mengoptimalkan fungsi dan peran
kegiatan dalam bentuk PKG (Pusat Kegiatan Guru), KKG (Kelompok Kerja Guru), dan
MGMP (musyawarah Guru Mata Pelajaran) yang memungkinkan para guru untuk
berbagi pengalaman dalam memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi dalam
kegiatan mengajarnya. Hal tersebut diperkuat pendapat dari Pidarta (1999)
bahwa mengembangkan atau membina profesi para guru yang terdiri dari
: (1). Belajar lebih lanjut. (2). Menghimbau dan ikut
mengusahakan sarana dan fasilitas sanggar-sanggar seperti Sanggar Pemantapan
Kerja Guru. (3). Ikut mencarikan jalan agar
guru-guru mendapatkan kesempatan lebih besar mengikuti panataran-penataran
pendidikan. (4). Ikut memperluas kesempatan agar guru-guru dapat mengikuti
seminar-seminar pendidikan yang sesuai dengan minat dan bidang studi yang dipegang
dalam usaha mengembangkan profesinya. (5). Mengadakan diskusi-diskusi ilmiah
secara berkala disekolah. (6). Mengembangkan cara belajar berkelompok untuk
guru-guru sebidang studi.
Pola pengembangan dan pembinaan profesi guru yang diuraikan di
atas sangat memungkinkan terjadinya perubahan paradigma dalam pengembangan
profesi guru sebagai langkah antisipatif terhadap perubahan peran dan fungsi
guru yang selama ini guru dianggap sebagai satu-satunya sumber informasi dan
pengetahuan bagi siswa, padahal perkembangan teknologi dan informasi
sekarang ini telah membuka peluang bagi setiap orang untuk dapat belajar secara
mandiri dan cepat yang berarti siapapun bisa lebih dulu mengetahui yang terjadi
sebelum orang lain mengetahuinya, kondisi ini mengisyaratkan adanya pergeseran
pola pembelajaran dan perubahan fungsi serta peran guru yang lebih
besar yang bukan lagi sebagai satu-satunya sumber informasi pengetahuan
bagi siswa melainkan sebagai fasilitator yang mengarahkan siswa dalam
pembelajaran.
Pengembangan profesi guru
harus pula diimbangi dengan usaha lain seperti mengusahakan perpustakaan khusus
untuk guru-guru yang mencakup segala bidang studi yang diajarkan di sekolah,
sehingga guru tidak terlalu sulit untuk mencari bahan dan referensi untuk
mengajar di kelas. Pengembangan yang lain dapat dilakukan melalui pemberian
kesempatan kepada guru-guru untuk mengarang bahan pelajaran tersendiri sebagai
buku tambahan bagi siswa baik secara perorangan atau berkelompok. Usaha ini
dapat memotivasi guru dalam melakukan inovasi dan mengembangkan kreativitasnya
yang berarti memberi peluang bagi guru untuk meningkatkan kinerjannya.
Menurut W.F. Connell (1974)
bahwa guru profesional adalah guru yang memiliki kompetensi tertentu sesuai
dengan persyaratan yang dituntut oleh profesi keguruan. Peranan profesi adalah
sebagai motivator, supervisor, penanggung jawab dalam membina disiplin, model
perilaku, pengajar dan pembimbing dalam proses belajar, pengajar yang terus
mencari pengetahuan dan ide baru untuk melengkapi dan meningkatkan
pengetahuannya, komunikator terhadap orang tua murid dan masyarakat,
administrator kelas, serta anggota organisasi profesi pendidikan.
Menyadari akan profesi
merupakan wujud eksistensi guru sebagai komponen yang bertanggung jawab
dalam keberhasilan pendidikan maka menjadi satu tuntutan bahwa guru harus
sadar akan peran dan fungsinya sebagai pendidik. Hal tersebut dipertegas
Pidarta (1999) bahwa kesadaran diri merupakan inti dari dinamika gerak
laju perkembangan profesi seseorang, merupakan sumber dari kebutuhan
mengaktualisasi diri. Makin tinggi kesadaran seseorang makin kuat keinginannya
meningkatkan profesi.
Pembinaan dan pengembangan
profesi guru bertujuan untuk meningkatkan kinerja dan dilakukan secara terus
menerus sehingga mampu menciptakan kinerja sesuai dengan persyaratan yang
diinginkan, disamping itu pembinaan harus sesuai arah dan tugas/fungsi yang
bersangkutan dalam sekolah. Semakin sering profesi guru dikembangkan melalui
berbagai kegiatan maka semakin mendekatkan guru pada pencapaian predikat guru
yang profesional dalam menjalankan tugasnya sehingga harapan kinerja guru yang
lebih baik akan tercapai.
2. Peningkatan Kompetensi Guru Melalui Pelatihan
Peningkatan mutu guru yang
dilakukan tidak akan lepas dari peningkatan kompetensi guru dan harus sesuai
dengan sistem standarisasi guru di tiap-tiap jenis dan jenjang pendidikan
sekolah (satndar kompetensi). Tujuan dikembangkan standar kompetensi guru
adalah untuk menetapkan suatu ukuran kemampuan pengetahuan dan keterampilan
yang harus dikuasai oleh seorang guru agar profesional dalam merencanakan dan
mengelola proses pembelajaran di sekolah.(Suwondo, MS: 2003).
Lebih lanjut dijelaskan bahwa
pengembangan kompetensi menggunakan kriteria sebagai berikut: (a) mengacu
kepada tuntutan kebutuhan pengembangan iptek; misalnya kemampuan mengakses,
memilih, dan menilai dan mengolah informasi, kemampuan dalam mengatasi situasi
yang serba tidak pasti dan searah dengan visi dan misi pembangunan pendidikan
nasional; (b) mengacu kepada kompetensi yang harus dimiliki oleh guru dalam
bidang pendidikan umum penyelenggaraan pendidikan; (c) mengacu kepada kurikulum
yang berlaku, yaitu kemampuan yang harus dimiliki oleh guru untuk membantu
siswa mencapai kompetensi yang dituntut oleh kurikulum; (d) harus dapat diukur
(measurable) atau dapat ditunjukkan (demonstrable) dengan
indikator tertentu; (e) substansi materi secara akademik dapat dipertanggungjawabkan
dan dapat menunjukkan kinerja guru yang berkualitas dan terukur; (f) dapat
ditingkatkan kemampuan pengetahuan dan wawasan guru.
Peningkatan kompetensi guru
dapat dilakukan melalui program pelatihan dalam jabatan (in service training). Pelatihan mengandung makna bahwa
setelah mengikuti pelatihan guru akan terdorong motivasinya untuk memperbaiki
kinerja, cara pembelajaran atau penyegaran ilmu dan informasinya. Pelatihan
secara umum (Sikula:1976) diartikan sebagai kegiatan untuk memperbaiki
penguasaaan berbagai keerampilan dan teknik pelaksanaan kerja tertentu dalam
waktu yang sangat singkat.
Sedangkan definisi dari Center for Development Management
and Productivity (Depdiknas;
2000) adalah belajar untuk mengubah tingkah laku orang dalam melaksanakan
pekerjaan mereka. Pelatihan pada dasarnya adalah suatu proses memberikan
bantuan bagi para karyawan atau pekerja untuk memperbaiki kekurangan dalam
melaksanakan pekerjaan. Pelatihan untuk guru biasanya dilakukan oleh
lembaga-lembaga diklat atau dinas pendidikan/depag yang ditunjuk untuk
memberikan fasilitas kepada guru untuk melakukan kegiatan itu. Dewasa ini
pelatihan guru merupakan bagian yang urgen terutama setelah ada reformasi. Oleh
karenanya untuk masa yang akan datang pelatihan guru harus terikat paling
sedikitnya empat komponen kompetensi yang dikemukakan Russel (Nurtain,1989)
yakni (1) kompetensi kebudayaan umum (general culture) atau disebut dengan kompetensi
kemasyarakatan, (2) kompetensi akademis khusus(special scholarsship),
disebut juga kompetensi bidang pengetahuan akademis tertentu., (3) kompetensi
pengetahuan profesional (professional knowledge) yang memperlihatkan
tipe-tipe keguruannya, (4) kompetensi yang berhubunngan degan seni dan
keterampilan teknis (art and
technical skill) yang
didmonstrasikan.
Secara umum tujuan pelatihan
guru dinyatakan oleh Moekijat (1993) adalah untuk penambahan pengetahuan,
keterampilan, dan perbaikan sikap dari peserta pelatihan. Morse (Tracy, 1974)
menyatakan bahwa arah tujuan pelatihan adalah pengembangan penampilan kerja
invidu dan pengembangan karir seseorang. Sedangkan Lynton dan Pareek (1978)
menyatakan bahwa tujuan dari proses pelatihan ialah perilaku yang efektif dari
seseorang yang dalam pekerjaan di dalam organisasi dalam keadaan yang paling sederhana.
Dari uraian di atas nampak
bahwa dengan adanya pelatihan-pelatihan yang diikuti oleh guru-guru, diharapkan
guru akan lebih paham dengan dunia kerja, dapat mengembangkan kepribadiannya,
penampilan kerja individu, mengembangkan karir, perilakunya menjadi efektif dan
guru akan menjadi lebih berkompeten.
Pelatihan yang diikuti para
guru ada bermacam-macam tipe. Seperti halnya LPMP D.I. Yogyakarta pelatihan
yang dilaksanakan ada 3 tipe penataran, yaitu penataran penyegaran, penataran
peningkatan kualifikasi dan penataran penjenjangan. Penataran penyegaran ialah
penataran untuk menyesuaikan tenaga kependidikan dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi modern serta memantapkan tenaga kependidikan tersebut
agar dapat melakukan tugas sehari-hari dengan baik. Sifatnya memberikan
kesegaran sesuai dengan perubahan yang terjadi. Pola pelatihan ini biasanya
30-120 jam. Contohnya : Pelatihan Penggunaan Alat Peraga KIT IPA bagi guru SD
kelas V, Pelatihan Pembuatan Alat Evaluasi Mata Pelajaran IPS SMP, Pelatihan
Matematika bagi guru SMK.
Penataran peningkatan
kualifikasi ialah penataran dalam hubungan dengan profesi kependidikan sehingga
diperoleh suatu kualifikasi formal tertentu dengan standar yang telah
ditentukan. Pola pelatihan biasanya 150 jam – 300 jam. Contohnya: Pelatihan
Kualifikasi D3-S1 bagi Guru SMP Mata pelajaran Matematika, Bahasa Inggris,
Bahasa Indonesia, IPA, Bimbingan dan Konseling, Pelatihan Akta mengajar (akta
IV).
Penataran penjenjangan ialah
penataran untuk meningkatkan kemampuan guru sehingga dipenuhi persyaratan suatu
pangkat atau jabatan tertentu sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pola
pelatihan ini berkisar 1 s.d. 6 bulan . Contohnya: Diklat Berjenjang Mata
pelajaran Bahasa Inggris, Matematika, IPA, bagi guru SMP, Diklat calon Kepala Sekolah
Dasar, Diklat Pimpinan (Adum, Sepadya, Sepama, Sepati).
Belakangan, di lingkungan
pendidikan tinggi lazim diperbincangkan perlunya penguasaan Hard Skills dan Soft
Skillsdi samping pembentukan Karakter
yang kuat sebagai tujuan
pendidikan. Tentu saja kerangka pikir ini berbeda dari Standar Pendidik yang terkandung dalam UU nomor 14
tahun 2005, yang terdiri atas Kompetensi
Kepribadian, Kompetensi
Pedagogik,Kompetensi Sosial dan Kompetensi Profesional, Yang
merepotkan adalah bahwa keempat bidang kompetensi yang nampaknya diturunkan
dari 4 pilar hasil jangka panjang pendidikan
yan
B. PROSES BELAJAR DALAM PELATIHAN
Proses pelatihan merupakan
suatu kegiatan memberikan suatu pengalaman baru bagi peserta pelatihan melalui
berbagai aktivitas-aktivitas dengan suatu kondisi pembelajaran yang interaktif,
dinamis, dengan pendekatan-pendekatan yang menungkinkan peserta dapat terlibat
secara aktif, mengaktulisasikan diri dan pengalaman. Sehingga dengan sendirinya
proses pembelajaran di dalam pelatihan tidak seperti halnya guru mengajar di
depan kelas seperti yang terjadi di sekolah-sekolah.
Desain sebuah pelatihan tidak
bisa dilepaskan kepada teori belajar yang mendasarinya. Pada dasarnya kita
mengenal dua teori belajar: (a) teori belajar bagi anak-anak, dan (b) teori
belajar bagi orang dewasa. Kedua teori memiliki dasar yang berbeda secara
filosofis sehingga pada prakteknya akan kelihatan teori yang paling cocok untuk
pelatihan guru-guru.
Teori belajar bagi anak-anak,
mendasarkan pada ungkapan ”tabularasa” yang mengandung pengertian kertas putih
bersih. Kertas putih bersih itu tergantung kepada kita, apa yang akan kita
tulis di atasnya. Ini berarti bahwa seorang anak ditentukan baik buruknya oleh
siapa yang menggarapnya. Teori belajar ini cenderung paedagogik, yang paling
berperan adalah pengajar. Pengajar adalah seorang yang dianggap serba
mengetahui, dominan terhadap peserta belajar dan pengajar merupakan
satu-satunya sumber belajar. Dalam hal ini pengajar adalah seorang tempat untuk
bertanya segala sesuatu.
Teori belajar bagi orang
dewasa, pada proses belajar mengajar bagi orang dewasa lebih banyak ditekankan
kepada segi pengalaman. Orang dewasa memiliki ciri-ciri tersendiri, dan karena
itu memerlukan pendekatan yang berbeda dibandingkan dengan pendidikan terhadap
anak-anak. Kita mengenal pembelajaran bagi orang dewasa dengan sebutan andragogi artinya suatu ilmu dan seni dalam
membantu orang dewasa.
Lunandi (1989) memberikan
batasan tentang pendidikan orang dewasa yaitu keseluruhan proses pendidikan yang
diorganisasikan, apapun isi, tingkatan dan metodenya, baik formal maupun tidak,
yang melanjutkan maupun menggantikan pendidikan semula di sekolah, kolese dan
universitas serta latihan kerja, yang membuat orang yang dianggap dewasa oleh
masyarakat mengembangkan
kemampuannya, memperkaya pengetahuannya, meningkatkan kualifikasi teknisatau
profesionalnya, dan mengakibatkan perubahan pada sikap dan perilakunya dalam
perspektif rangkap perkembangan pribadi secara utuh dan partisipasi dalam
perkembangan sosial, ekonomi dan budaya yang seimbang dan bebas.
Syamsu dan Anisah (1994)
bahwa pada hakekatnya pembelajaran orang dewasa adalah proses peningkatan
kemampuan untuk menanggulangi masalah kehidupan yang dialaminya sehingga
meningkatkan mutu kehidupan warga belajar. Menurut Soebagio, AD (1993) ada
empat konsep dasar yang berbeda antara pendidikan anak dan pendidikan orang
dewasa. Perbedaan itu adalah :
1. Konsep Diri
Orang dewasa diasumsikan
sebagai orang yang telah cukup matang untuk dapat mengambil keputusan sendiri.
Ia merupakan orang yang telah mandiri, dan karena kemandiriannya itu maka
proses belajar mengajar bagi orang dewasa lebih dititikberatkan kepada segi emnggali
pengetahuan memalui pengalamannya. Pada proses belajar mengajar ini seorang
pengajar/fasilitator/widyaiswara bukanlah tokoh yang dominan, ia bujanlah pula
orang yang dianggap serba tahu dan segala bisa. Fasilitator/widyaiswara lebih
banyak bertindak memfasilitasi atau pengantar dalam berdiskusi, bertukar
pengalaman, pengetahuan dan keterampilan yang terjadi di antara sesama peserta
dengan peserta, widyaiswara dengan peserta. Kegiatan saling membantu dalam
kegiatan proses belajar mengajar ini didasarkan pada prinsip orang dewasa itu
perlu untuk diakui eksistensinya, dihargai dan telah memiliki pengalaman
tertentu. Oleh karena itu proses belajar mengajar tidak lain adalah proses
tukar menukar pengalaman dan kemudian menjadikan pengalaman tersebut sebagai
dasar pembentukan pengalaman baru.Komunikasi yang terjadi tidak satu arah
tetapi multi arah yang memungkin semua peserta bisa saling kenal dan memahami
satu sama lain.
2. Peranan Pengalaman
Pengalaman merupakan bagian
terpenting dari kegiatan belajar mengajar orang dewasa. Pengalaman merupakan
kumpulan dari berbagai peristiwa dan kejadian yang dialaminya. Pengalaman
inilah yang membedakan antara anak-anak dengan orang dewasa. Pengalaman turut
menentukan nilai-nilaihidupnya. Dan pengalaman itu menentukan seseorang dalam
proses pengambilan keputusannya. Adanya perbedaan anatara pengalaman orang
dewasa dengan anak-anak mengakibatkan tiga hal penting:
a. bahwa orang dewasa itu
lebih banyak saling tukar menukar pengalaman dengan orang lain, tukar menukar
pengalaman memperkaya pengalaman baru.
b. bahwa orang dewasa lebih
banyak memiliki pengalaman sebagai landasan untuk mencari pengalaman baru.
c. orang dewasa lebih banyak
menerima kebiasaan dan pola pikiran yang mantap, karena itu sesungguhnya mereka
lebih terbuka terhadap orang lain.
3. Kesiapan untuk Belajar
Pembelajaran orang dewasa (Andragogi) lebih menitikberatkan kepada
belajar sambil bekerja. Andragogi merupakan metode pelatihan yang didasarkan
atas prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. bahwa manusia itu
merupakan makhluk yang sangat unik. Mereka memiliki tujuan yang saling berbeda,
memiliki karakteristik dan pengalaman yang berbeda.
b. bahwa belajar itu bukanlah
suatu hal yang dapat dipompakan sedemikian rupa, melainkan sesuatu hal yang
tumbuh secara sadar dari diri seseorang serta berkaitan dengan pengalaman
c. bahwa belajar itu lebih
efektif hasilnya apabila tujuan belajar erat kaitannya, dan bermanfaat bagi
peserta dan kegunaannya langsung dirasakan dalam rangka peningkatan
kehidupannya.
d. bahwa belajar itu
merupakan merupakan hasil kehidupan manusia yang melekat, karena cara belajar
yang paling baik adalah memfokuskan diri terhadap masalah yang berkaitan dengan
kehidupan pekerjaan manusia.
e. bahwa belajar itu tidak
akan bermanfaat apabila hanya terbatas kepada fakta dan angka. Peningkatan ilmu
pengetahuan harus dilengkapi dengan pengertian bahwa informasi itu penting
baginya dan bagaimana agar ia mampu mempergunakan ilmu pengetahuan bagi
kepentingannya.
4. Perspektif terhadap
waktu dan orientasi belajar
Pada pembelajaran orang
dewasa lebih dipusatkan pada pemecahan masalah dan berorientasi kepada usaha
memenuhi peningkatan kehidupan serta tujuan yang diinginkan. Berdasarkan
pengalaman seorang peserta diklat berusaha untuk meningkatkan dan mengembangkan
pengalamannya seusai dengan kenyataan kehidupan yang dihadapi. Dengan demikian
andragogi merupakan proses pendekatan yang berusaha memecahkan persoalan di
mana sekarang kita berada dan ke mana tujuan kita arahkan.
Konsep dasar pembelajaran
andragogik tersebut diimplementasikan dalam proses pelatihan Menurut Soedomo
(1989) pendidik andragogik perlu menyiapkan seperangkat prosedur di dalam
proses melibatkan unsur-unsur: (1) memapankan suasana yang mendukung belajar,
(2) menciptakan mekanisme perencanaan bersama, (3) mendiagnosis kebutuhan
belajar, (4) merumuskan tujuan-tujuan program, (5) menyusun rancangan pola
pengalaman belajar, (6) melaksanakan kegaiatan belajar dan (7) menilai hasil
belajar dan mendiagnosis ulang kebutuhan belajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar