Sabtu, 15 November 2014

Guru Berkarakter

Guru adalah orang yang telah memanggul tanggung jawab sebagai salah satu pembentuk karakter manusia. Sumbangan karakter guru termasuk yang paling kontributif. Pengaruh seorang guru terhadap anak didiknya hampir sebesar pengaruh orang tua terhadap anaknya. Bahkan, kadang kita sering menemui seorang anak, ketika diperintah oleh orangtuanya tidak mau mengerjakan, tetapi kalau diperintah guru dia mau mengerjakan. Walaupun hanya kasuistik, tapi itu mencerminkan bahwa pengaruh guru terhadap siswa sangatlah besar, termasuk dalam proses pembentukan karakternya. ‘Guru kencing berdiri, maka murid kencing berlari’ ungkapan yang sudah tidak asing bagi kita semua.

Sekolah-sekolah formal (SD, SMP dan SMA) memiliki porsi belajar yang dirancang untuk mendapatkan pengetahuan yang cukup sebagai bekal hidup. Selama kurang lebih 7 jam per hari di sekolah sebagai peserta didik oleh guru. Dari 7 jam perhari itu, diharapkan karakter siswa terbangun,baik melalui proses belajar mengajar ataupun interaksi antar civitas akademika. Tetapi jika kita amati dan sadari, ternyata dari sekian waktu interaksi antara guru dan anak didik, yang terjadi adalah proses transfer ilmu pengetahuan, bukan pada proses pembentukan karakter yang utuh. Sebagian besar waktu di kelas tersedia untuk menghabiskan target kurikulum yang diminta oleh dinas pendidikan. Sebagai akibatnya ikatan emosi antara guru dengan anak didik terasa hambar, bahkan, kesan ikatan yang tercipta seperti layaknya penjual dan pembeli. ‘Apa yang saya berikan, harus mendapatkan imbalan yang setimpal, atau bahkan harus untung’ setidaknya begitulah ekstrimnya, atau bahkan itu sudah lumrah.

Setelah pulang sekolah, waktu yang dilalui seorang anak mempunyai pengaruh yang sama dengan lingkungan sekolah terhadap karakternya. Sedangkan kita semua mafhum, bahwasanya saat ini lingkungan luar sekolah memiliki sumbangan yang relatif kurang baik untuk pembentukan karakter anak. Saat ini kita akan mudah menemukan anak SMP berpacaran layaknya mahasiswa (orang dewasa). Kita akan mudah menemukan anak SMP bergaya hidup seperti orang dewasa, membentuk geng, berkonflik dengan teman hanya karena urusan cewek/cowok, dan lain-lain. Maka bukannya pesimis, tetapi jika hal ini tidak ada langkah preventif di dunia pendidikan, maka pendidikan kita hanya akan menghasilkan siswa yang pintar tetapi tidak berkarakter sebagai seorang yang terdidik. Atau bahkan lebih ironis, sudah tidak begitu pintar tidak berkarakter pula.

Sebagai orang tua, kita akan lebih senang melihat anak yang berakhlak baik, sopan, dan menghormati terhadap orang yang lebih tua. Kita akan lebih senang lagi kalau anak itu ternyata adalah anak yang pandai. Kalaupun ternyata tidak pandai, kita tidak mempermasalahkan. Kita akan kecewa jika mengetahui anak yang pandai dan jenius, tetapi ternyata mempunyai akhlak yang buruk, tidak tahu tatakrama, dan sombong. Oleh sebab itu kita sudah pasti sepakat bahwa tugas pendidikan membentuk karakter kepribadian anak tidak hanya pandai akademis, tetapi juga akhlak.

Stakeholders yang paling berpengaruh di dalam proses pendidikan karakter ini adalah guru. Pendidikan karakter tidak perlu membutuhkan teori yang berlebihan tetapi yang lebih diutamakan adalah praktik di dalam kehidupan sehari-hari. Guru lebih dituntut untuk memberikan praktik dan contoh yang baik terhadap siswa. Selain itu guru adalah seorang motivator sekaligus menjadi seorang teladan bagi siswa-siswinya. Seoarang guru selain mempunyai kompetensi pedagogis sebagai basic pengajar, guru harus mempunyai beberapa kompetensi utama dalam melakukan proses pembelajaran pendidikan karakter.

Kompetensi pertama adalah kompetensi kepribadian, menjadi guru yang berkepribadian baik, santun, serta mengembangkan sifat terpuji sebagai seoarang guru. Pendidikan karakter membutuhkan guru yang dapat memberikan nilai yang dapat langsung dicontoh oleh siswa. Bukan malah sebaliknya, guru memberikan contoh yang berdampak kurang persuasifnya siswa terhadap karakter dan kepribadian. Seperti sebagian guru dikota metropolitan yang berorientasi kemateri. Menuntut tunjangan lebih besar tetapi tidak diimbangi dengan kualitas serta profesionalitas di dalam melaksanakan pembelajaran. Hasil ujian nasional menunjukkan bahwa hasil kelulusan siswa SMP dan SMA di Jakarta menurun jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Padahal gaji dan tunjangan guru di Jakarta merupakan angka yang tertinggi daripada di daerah lain di Indonesia. Hal ini menunjukkan karakter guru yang bermasalah.

Kedua, kompetensi berinteraksi dan berkomunikasi. Guru berhasil membangun hubungan yang baik dengan siswa tanpa menghilangkan sopan santun antara guru dan murid. Sudah menjadi kewajiban guru untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan siswanya. Melakukan pendekatan yang persuasif untuk meningkatkan motivasi dalam belajar. Mampu memberikan konsep belajar mengajar yang tidak menekan dan memaksa terhadap siswa. Serta memberi sanksi yang sesuai dan konstruktif jika siswa melakukan kesalahan. Dan yang paling urgen adalah tidak ada legitimasi bagi guru untuk melakukan kekerasan terhadap siswa apapun alasanya baik kekerasan fisik maupun psikis.

Ketiga, kompetensi bimbingan dan penyuluhan. Dalam teori tabularasa siswa digambarkan sebagai sebuah kertas putih yang masih bersih yang nanti akan diisi dengan catatan-catatan kehidupan. Oleh sebab itu guru harus selalu memberikan bimbingan di dalam pengisian kertas putih yang bersih ini. Siswa akan selalu membutuhkan bimbingan dari orang lain dalam menjalani kehidupanya yang semakin kompleks. Memang sudah banyak disekolah-sekolah terdapat guru BK (Bimbingan dan Konseling), tetapi kebanyakan dilapangan justru siswa menjauhi guru BK karena merasa takut dan minder jika mengahadap guru BK. Kompetensi bimbingan dan penyuluhan seharusnya dimiliki oleh setiap guru, tidak hanya guru BK. Karena siswa lebih merasa nyaman dengan salah satu guru dari pada guru yang lain. Jika ada siswa yang ingin bimbingan maka guru harus membimbing siswa tersebut.

Kita patut untuk memberikan apresiasi terhadap guru-guru Indonesia yang selama ini telah berjuang mencerdaskan generasi bangsa. Menghilangkan kebodohan dan membentuk kepribadian yang luhur serta memperjuangkan karakter bangsa yang bersih. Tetapi disisi lain, masih banyak karakter-karakter bejat dan culas yang masih menggerogoti negeri ini. Hal ini bukan menjadi tugas guru semata tetapi juga tugas kita semua. Semoga dimasa yang akan datang guru-guru Indonesia lebih berkarakter luhur di dalam melaksanakan pendidikan karakter nasional yang lebih realistis.

Guru yang berkarakter adalah guru yang mempunyai prinsip hidup  dan perenungannya  dan kebebasan dalam berkreasi.Dengan prinsip yang  hidup yang dihasilkan dari pencarian dan perenungan, seorang guru mem­punyai kepercayaan diri dalam membimbing dan mendidik peserta didik sesuai dengan  per­kembangan dan kemam­puannya. Dengan kebebasan berkreasi, guru diharapkan dapat mengem­bangkan pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif, kreatif, dan inovatif sehingga potensi siswa berkembang secara maksimal.

Guru bekarakter akan berusaha menciptkan iklim belajar yang efektif dan menyenangkan, de­ngan kreativitas metode pem­belajaran, untuk mengurangi ke­jenuhan dan menyesuaikan dengan konteks pembelajaran sehingga tumbuh kegairahan dan motivasi instrinsik dan ekstrinsik.Dengan karakter positif yang ditunjukkan guru, diharap­kan pelanggaran disipilin ber­kurang; siswa berperilaku wajar, percaya diri, dan tidak sombong; dan persaingan sehat antarsiswa, kelas, dan guru tumbuh di lingkungan sekolah atau lembaga pendidikan.Itulah pentingnya guru berkarakter bagi pem­bentukan karakter generasi muda.

Guru adalah manusia biasa dan sebagai manusia biasa dalam melaksanakan peran sebagai pendidik dan sebagai pemimpin bagi anak didiknya dalam pelaksanaan Proses Belajar Mengajar mereka memiliki gaya tersendiri. dari hasil observasi yang saya temukan, ada tiga tipe kategori dari gaya guru sebagai pendidik yaitu; gaya otoriter, gaya masa bodoh dan gaya demokrasi.

Yang pertama, kita pasti pernah berhadapan dengan guru dengan gaya atau karakter otoriter ini, dimana  memperlihatkan kekuasaan mutlak atas anak didiknya selama pelaksanaan PBM (proses Belajar Mengajar) dan karakter otoriter ini juga dapat mendatangkan mimpi buruk bagi setiap anak didik. Senyuman manis dan kata- kata yang lembut merupakan barang yang langka yang diperoleh dari guru berkarakter otoriter ini. Guru killer adalah istilah lain yang diberikan oleh anak didik untuk guru berkarakter otoriter  tersebut.

Kedua, guru dengan karakter masa bodoh. Karakter seperti ini cendrung menurunkan kualitas budaya sekolah. Suasana kelas akan menjadi amburadul, apalagi bila anak didik dikelas cukup banyak. Peranan guru yang berkarakter “masa bodoh” ini bisa agak bagus apa bila ia mengelola kelas dengan anak didik sedikit. Guru dengan karakter demikian perlu bersikap lebih tegas dan punya prinsip atas nilai kebenaran. Menambah kualitas ilmu dan wawasan dan kemudian bersikap lebih tegas akan mampu mengatasi karakter masa bodoh tersebut.

Terakhir, Guru yang berkarakter demokratis adalah guru yang memiliki hati nurani yang tajam. Guru dengan karakter beginilah yang mampu menghadirkan hatinya dalam emosi anak didik selama pembelajaran. Guru berkarakter demokratis dan memiliki wawasan yang tinggi tentu akan mampu menenangkan hati anak didik atau memotivasi mereka dalam pembelajaran. Guru yang mampu menghadirkan hatinya pada hati anak didik disebut sebagai guru yang baik dan mereka akan dikenang oleh anak didik sepanjang hayatnya. Yang lebih banyak dikenang adalah guru yang baik.

Setiap anak didik telah banyak mengenal banyak guru dalam hidupnya, ada guru yang pintar dan ada guru yang baik. Sekali lagi bahwa guru yang berkesan bagi mereka adalah guru yang menghadirkan hati atau emosinya saat melaksanakan PBM. Guru yang cerdas atau pintar namun memiliki pribadi yang kaku, mungkin juga kasar, kurang bisa bersimpati, pasti tidak banyak memberi pengaruh kepada anak didik. Guru yang mampu memberi pengaruh untuk masa depan anak didik melalui kata- kata atau bahasanya adalah guru yang memiliki pribadi yang hangat dan juga cerdas. Untuk itu adalah sangat ideal bila setiap guru mampu meningkatkan kualitas pribadinya menjadi guru yang cerdas, yaitu cerdas intelektual, cerdas emosi dan juga cerdas spiritualnya. Maka guru- guru yang beginilah yang patut diberi hadiah dengan lagu “guru pahlawan tanpa tanda jasa”.

Karakteristik guru yang efektif dalam pengajaran akan tampak dalam situasi belajar yang diciptakannnya. Situasi belajar tersebut ditunjukkan dalam hal-hal berikut:
  1. Keluwesan dalam mengajar
  2. Adanya empati dan kepekaan terhadap segala kebutuhan siswa
  3. Kemampuan mengajar sesuai dengan selera siswa
  4. Kemauan memberi peneguhan (reinforcement)
  5. Kemauan memberi kemudahan, kehangatan dan cara mengajar yang tidak kaku.
  6. Kemampuan menyesuaikan emosi, percaya diri dan ada keriangan dalam mengajar.

Dikemukakan pula cara-cara mendidik anak menurut Rosulullah yang merupakan dasar-dasar metode yang harus dipegang oleh orang tua dan para pendidik, yaitu:
  1. Keteladanan yang baik
  2. Waktu yang baik untuk memberikan bimbingan
  3. Bersikap adil dan sama terhadap setiap anak
  4. Memenuhi hak-hak anak
  5. Mendoakan anak
  6. Membelikan alat permainan untuk anak
  7. Membantu anak untuk berbuat baik dan patuh
  8. Menjauhi banyak mencela



Tidak ada komentar:

Posting Komentar