A. UU No. 20/2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada
Pasal 1 Butir 1 menyatakan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
negara”. Undang-undang ini dirumuskan dengan berlandaskan pada dasar falsafah
negara yaitu Pancasila. Oleh karena itu, Pancasila
sebagai filsafat bangsa dan negara Indonesia menjadi sumber utama dan penentu
arah yang akan dicapai dalam kurikulum.
Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila
harus tumbuh dalam diri peserta didik. Kurikulum 2013
dikembangkan dengan membawa amanah harus mampu menumbuhkan nilai-nilai
Pancasila dalam jiwa peserta didik. Landasan filosofi pengembangan Kurikulum
2013 adalah berakar pada budaya lokal dan bangsa,
pandangan filsafat eksperimentalisme,
rekonstruksi sosial,
pandangan filsafat esensialisme dan
perenialisme, pandangan filsafat eksistensialisme, dan romantik naturalism.
Kurikulum berakar pada budaya lokal
dan bangsa, memiliki arti bahwa kurikulum harus memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar
dari budaya setempat dan nasional tentang berbagai nilai hidup yang penting.
Kurikulum juga harus memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk berpartisipasi dalam mengembangkan nilai-nilai budaya setempat dan
nasional menjadi nilai budaya yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan menjadi nilai yang dikembangkan lebih
lanjut untuk kehidupan di masa depan.
Kurikulum yang dikembangkan berdasarkan pandangan filsafat
eksperimentalisme harus
dapat mendekatkan apa yang dipelajari di sekolah dengan apa
yang terjadi di masyarakat.
Oleh karena itu apa yang terjadi di
masyarakat adalah merupakan sumber kurikulum. Filosofi rekonstruksi sosial memberi arah kepada kurikulum untuk menempatkan peserta didik sebagai subjek yang peduli
pada lingkungan sosial, alam, dan lingkungan budaya. Kurikulum juga harus dapat
menjadi sarana untuk mengembangkan potensi intelektual, berpikir rasional, dan
kemampuan membangun masyarakat demokratis peserta didik menjadi suatu kemampuan
yang dapat digunakan untuk mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih baik. Sesuai dengan pandangan filsafat esensialisme
dan perenialisme,
kurikulum harus menempatkan kemampuan intelektual dan berpikir
rasional sebagai aspek penting yang harus menjadi kepedulian kurikulum untuk
dikembangkan. Kurikulum harus dapat
mewujudkan peserta didik menjadi manusia
yang terdidik dan sekolah harus menjadi centre
for excellence. Pandangan
filsafat esensialisme dan perenialisme menuntut kurikulum mampu membentuk pesertadidik
menjadi manusia cerdas secara akademik dan memiliki
kepedulian sosial. Pandangan filsafat eksistensialisme dan romantik
naturalisme memberi arah dalam pengembangan kurikulum, sehingga kurikulum dapat
mewujudkan peserta didik memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi, kemampuan
berinteraksi dengan sesama dalam mengangkat harkat kemanusiaan, dan kebebasan
berinisiatif serta berkreasi. Menurut
pandangan filsafat ini, setiap individu peserta
didik adalah unik, memiliki kebutuhan belajar yang unik, perlu mendapatkan
perhatian secara individual,
dan memiliki kebebasan untuk menentukan kehidupan mereka. Pada intinya kurikulum harus mampu
mengembangkan seluruh potensi manusia yaitu menjadikan peserta didik sebagai manusia
seutuhnya. Manusia yang memiliki kekuatan yang berguna bagi dirinya masyarakat, bangsa, dan
negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar